Namun, keunggulan ini justru menjadi bumerang: ikatan karbon-fluorin yang menyusun PFAS sangat kuat, sehingga membuatnya nyaris tidak bisa terurai oleh proses alami.
PFAS dapat masuk ke dalam sistem air melalui berbagai jalur, seperti limbah industri, rembesan dari tempat pembuangan sampah, hingga penggunaan produk yang mengandung senyawa ini.
Ketika masuk ke lingkungan, PFAS tidak hanya mencemari air, tapi juga terakumulasi dalam tubuh manusia dan hewan, memicu berbagai gangguan kesehatan serius.
Sejumlah penelitian mengaitkan paparan PFAS dengan gangguan hormon, masalah kesuburan, penurunan fungsi kekebalan tubuh, dan risiko kanker.
Indonesia: Rentan Namun Belum Siap
Seiring meningkatnya perhatian global terhadap PFAS, sejumlah penelitian lokal juga mulai mengungkap kehadiran senyawa ini di Indonesia.
Studi yang dilakukan Nexus3 Foundation dan IPEN menemukan PFAS dalam produk konsumen seperti pakaian sintetis dan kemasan makanan yang beredar di pasaran. Lebih dari 60% sampel yang diuji menunjukkan kadar PFAS yang melampaui batas aman yang diusulkan Uni Eropa.
Ironisnya, meski ancaman sudah nyata, Indonesia belum memiliki kerangka regulasi khusus untuk PFAS. Tidak adanya standar nasional untuk mengukur, membatasi, atau mengelola keberadaan PFAS membuat negara ini sangat rentan terhadap risiko jangka panjang.
Tanpa regulasi yang tegas, industri tidak memiliki dorongan kuat untuk menghentikan penggunaan senyawa ini, dan masyarakat pun tidak mendapatkan perlindungan yang memadai.
Baca Juga: Atasi Polusi di Perkotaan, KLH Fokus pada Kawasan Industri dan Bangun Sistem Peringatan Dini
Dari Regulasi ke Transformasi Produk
Menghadapi ancaman PFAS tidak cukup dengan solusi teknis pada akhir rantai, seperti sistem penyaringan atau pengolahan limbah.
Diperlukan pendekatan yang lebih menyeluruh, mulai dari perombakan desain produk, pelarangan penggunaan bahan kimia berbahaya, hingga edukasi konsumen agar lebih kritis terhadap isi produk yang mereka gunakan.
Sejumlah negara telah memulai langkah-langkah ini. Uni Eropa, misalnya, tengah mendorong pelarangan penggunaan PFAS dalam berbagai sektor. Amerika Serikat juga mulai menerapkan batas maksimum PFAS dalam air minum.
Indonesia dapat belajar dari praktik-praktik ini untuk merancang kebijakan yang tidak hanya melindungi lingkungan, tetapi juga menjaga kesehatan masyarakat jangka panjang.