Dalami Motif Perundungan Siswa Kelas II SD di Riau, KPAI: Ini Kejadian Memilukan

Sabtu, 31 Mei 2025 | 10:23 WIB
Dalami Motif Perundungan Siswa Kelas II SD di Riau, KPAI: Ini Kejadian Memilukan
ilustrasi perundungan - KPAI tengah mendalami motif di balik kasus perundungan atau bullying hingga menewaskan siswa kelas II SD di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. (pexels/Mikhail Nilov)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tengah mendalami motif di balik kasus perundungan atau bullying hingga menewaskan siswa kelas II SD di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.

Pendalaman dilakukan untuk memastikan apakah perundungan yang diduga dilakukan kakak kelas korban tersebut benar dilatarbelakangi perbedaan agama dan suku.

"Kami sedang menggali informasi dan fakta motif kejadian yang memilukan tersebut," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Aris Adi Leksono kepada wartawan, Sabtu (31/5/2025).

Kekinian, kata Aris, KPAI juga tengah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan kementerian terkait agar hak-hak korban dapat terpenuhi. Terutama berkaitan dengan penegakan hukum dan keadilan.

"Serta pendampingan dan pemulihan terhadap keluarga korban," katanya.

Aris menilai peristiwa perundungan yang terus berulang terjadi di satuan pendidikan ini menunjukkan perlunya optimalisasi edukasi serta sosialisasi terkait upaya pencegahan dan penanganan kekerasan.

Di sisi lain juga diperlukan penguatan pendidikan karakter yang berbasis pengamalan.

"Sehingga terwujud lingkungan yang toleran, peduli, saling menghormati dan tolong menolong, dan yang pasti anti kekerasan," tuturnya.

Merujuk Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atau Permendikbudristek Nomor 45 Tahun 2023, Aris menilai peristiwa yang terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu ini masuk dalam kategori kekerasan perundungan dan diskriminasi.

Baca Juga: Go Min Si Diterpa Isu Bullying, Agensi Mystic Story Tegas Membantah

"Terkait ini bentuk hate crime perlu pembuktian lebih lanjut," ujarnya.

Diduga Terkait Perbedaan Suku dan Agama Berdasar informasi yang beredar kasus dugaan perundungan ini diduga dilatarbelakangi perbedaan suku dan agama. Pelaku merupakan kakak kelas dan teman korban.

Korban yang baru berusia 8 tahun itu sempat dirawat di RSUD Indrasari Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau pada Senin, 26 Mei 2025. Namun tak lama setelah itu korban yang terluka akibat dugaan tindak penganiayaan tersebut dinyatakan meninggal dunia.

Jasad korban dikabarkan juga telah dilakukan autopsi. Tindakan autopsi ini disaksikan langsung oleh pihak keluarga.

Berdasar hasil autopsi ditemukan sejumlah luka memar pada jasad korban. Di antaranya di bagian perut sebelah kiri bawah dan tungkai atas sebelah kiri sisi depan.

Sementar itu Komisioner KPAI, Dian Sasmita mengingatkan seluruh masyarakat untuk tidak menormalisasi kasus bullying yang terjadi dimana pun.

Pada dasarnya, dia melihat jika kasus bullying itu tidak hanya dilakukan dalam sekali kejadian tapi justru dilakukan beberapa kali dan berulang.

Komisioner KPAI, Dian Sasmita saat menerima kunjungan keluarga Afif Maulana. (Suara.com/Faqih)
Komisioner KPAI, Dian Sasmita. (Suara.com/Faqih)

"Perlu dipahami bahwa kasus bullying tidak pernah hanya dalam sekali kejadian. Ada unsur keberulangnya," ucapnya dalam keterangan yang diterima Suara.com pada Sabtu 31 Mei 2025.

Melihat fenomena berulang ini, Dian Sasmita pun mengingatkan untuk melakukan deteksi dini dan merespons cepat atas kasus bullying merupakan hal yang sangat penting.

"Jangan pernah menganggap 'enteng' perilaku bullying yang terjadi. Respon yang cepat dan deteksi dini dapat minimalisir dampak lebih buruk dari perilaku bullying," tegasnya.

Dia mengungkapkan, semua itu dilakukan baik bagi korban dan juga yang melakukan bullying.

Bahkan, termasuk lingkungan sosial mereka dan juga termasuk keluarga para anak tersebut.

“Ingat normalisasi bullying sama dengan normalisasi kekerasan,” imbuhnya.

Untuk itu, menurut Dian Sasmita, penyelesaian kasus bullying perlu pelibatan banyak pihak.

"Di UUPA (Undang-Undang Perlindungan Anak) dan Konvensi Hak Anak mengenal prinsip dasar kepentingan terbaik bagi si anak. Prinsip ini terjawab dengan penggunaan pendekatan keadilan restoratif. Yakni Keadilan yang bertujuan memulihkan korban, masyarakat, dan anak yang terlibat dalam konflik hukum," jelasnya.

Menurut dia, semua pihak perlu difasilitasi pemulihannya sampai ada perubahan perilaku positif oleh semua yang terkait kasus bullying.

"Pencegahan bullying tentu bisa. Permendikbud (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) dan UUPA menjadi payung regulasi," tambah Dian Sasmita.

Namun, dia menambahkan, aturan hukum tersebut dapat membawa perubahan jika setiap perangkat yang ada sudah terbangun perspektifnya bahwa bullying ini adalah kekerasan.

"Sehingga setiap ada indikasi perilaku bullying harus direspon. Tingkatan respon tentunya memperhatikan bentuk dan dampak bullying yang terjadi," jelasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI