Dinilai Kurang Alat Bukti, Polisi Didesak Segera Hentikan Perkara Aksi May Day 2025

Rabu, 04 Juni 2025 | 17:23 WIB
Dinilai Kurang Alat Bukti, Polisi Didesak Segera Hentikan Perkara Aksi May Day 2025
Foto sebagai ILUSTRASI: Massa Buruh dari berbagai elemen melakukan aksi unjuk rasa untuk memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (1/5/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) menilai, agar kepolisian segera menghentikan perkara soal penetapan tersangka terhadap para peserta aksi May Day 2025. Salah seorang perwakilan TAUD, Andrie Yunus mengatakan, dihentikannya perkara lantaran dianggap kurangnya alat bukti saat penetapan sebagai tersangka.

“Kami memandang alat bukti yang dijadikan dasar penetapan tersangka bagi para korban itu sangat jauh dari kata cukup,” kata Andrie, saat di Polda Metro Jaya, Rabu (4/6/2025).

Sejauh ini, Andrie menilai, yang dilakukan penyidik terhadap 14 orang peserta aksi dalam peringatan May Day menyalahi aturan.

“Proses penyidikan yang selama ini berlangsung, itu banyak menyalahi proses. Artinya, upaya kami meminta agar kasus ini dihentikan, di-SP3, bukan tanpa alasan,” ujar dia.

“Ada beberapa hal yang dilanggar, termausk juga prinsip-prinsip HAM yang semestinya jadi jaminan dalam setiap proses hukum bagi warga negara,” tambahnya.

Andrie mengaku, sangat menyayangkan jika aparat tidak memenuhi prinsip-prinsip HAM, dalam melakukan pemeriksaan terhadap para peserta aksi.

“Tapi sayang, sekali lagi, itu tidak dipenuhi, dan oleh karena itu kami tegaskan kembali, meminta Polda Metro Jaya tidak hanya menerima dan mempertimbangkan namun juga segera memutuskan apa yang jadi tuntutan kami,” tegasnya.

Andrie sebelumnya juga menyampaikan, jika penetapan tersangka terhadap para peserta aksi dianggap terlalu terburu-buru. Seharusnya, polisi terlebih dahulu melakukan pemeriksaan sebagai mereka sebagai saksi.

“Kami menilai pihak kepolisian terlalu terburu-buru dan banyak menyalahi prosedur hukum acara, yang mana kemudian tidak ada pemeriksaan sebagai saksi terlebih dahulu misalnya,” ujar Andrie.

Baca Juga: Jerat Paramedis May Day Tersangka, TAUD: Polisi Banyak Salahi Prosedur Hukum Demi Bungkam Kritik

Adapun, penetapan tersangka terhadap para demonstran bagian dari bentuk represif dari aparat kepolisian.

“Kami menilai proses hukum yang saat ini dilakukan adalah bagian dari bentuk represifitas aparat negara terhadap warga yang menyuarakan hak menyatakan pendapat di muka umum dalam aksi peringatan Hari Buruh Internasional kemarin,” jelasnya.

“Itu tentu bagi kami sangat menyangsikan bgmn proses hukum begitu sangat dipaksakan dan digunakan untuk meredam suara kritis warga,” tambahnya.

Kemudian, Andrie juga menyoroti aksi kekerasan yang dialami tersangka saat dilakukan penangkapan secara paksa. Jika hal itu benar terjadi, maka tidak dipastikan jika pihak kepolisian melalukan pelanggaran HAM.

“Ada upaya untuk mengejar pengakuan, yang mana sebetulnya itu sudah clear dan tegas dilarang dalam beberapa surat internal kepolisian termasuk Perkap (Peraturan Kapolri tentang) HAM, maupun undang-undang kepolisian. Bahkan ada jaminan setiap orang bebas dari tindakan penyiksaan sebagaimana yang diatur dalam konstitusi UUD 1945,” bebernya.

Total, ada 14 tersangka yang dijerat dalam persoalam ini. Tujuh di antaranya telah dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka, kemarin. Sementara, sisanya dilakukan pemeriksaan hari ini.

Sebelumnya, salah seorang peserta aksi May Day, yang telah dijadikan tersangka, Cho Yong Gi bersama 13 orang lainnya sedang menjadi tim medis saat ikut melakukan aksi peringatan Hari Buruh.

“Ketika lewat dari pintu DPR, saya dengan tim gabungan medis lainnya ketika mau pulang lewat depan SPark di bawah flyover, dengar suara ada warga yang bilang, 'ada yang kepalanya bocor, perlu pertolongan',” kata Cho Yong Gi menuturkan kronologi saat aksi May Day 2025, kepada wartawan, Selasa (3/6/2025).

Sebagai petugas media Cho Yong Gi pun, mendatangi lokasi pihak yang membutuhkan bantuan darinya. Di sana, telah ada 4-5 orang yang jongkok dengan kondisi bibir yang sobek, dan ditawari bantuan medis.

Saat sedang melakukan pertolongan, Cho Yong Gi mengaku, ada pihak yang meneriakinya, sembari menghardiknya.

“Salah satu orang itu teriak, 'kamu ngapain disini?' terus dia dorong, jatuh,” katanya.

Melihat adanya kamera di helm Cho Yong Gi, kemudian ada salah seorang berteriak memprovokasi jika ia sebelumnya ikut melempari para aparat.

“Ada suara yang provokasi, ini yang tadi lempar-lempar gitu terus otomatis mereka langsung tangkap, langsung ditangkap ditarik, dibanting ke bawah, dipiting lehernya dua orang diinjak,di bagian leher itu diinjak, satu sepatu disini terus satu lagi lutut,” ujar dia.

“Habis itu ya dipukuli babi buta nggak tau siapa yang mukul, nggak tau dari mana itu udah setelah dipukulin, terus ada yang datang, pasang badan untuk stop pemukulan,” tambahnya.

Ia pun digeledah, namun tidak ditemukan barang-barang mencurigakan, selain alat medis, baju ganti, air minum.

“Itu semua disita, jadi saya pulang nggak bawa apa-apa,” katanya.

Cho Yong Gi juga mengaku, jika saat itu sudah ada salah satu rekannya yang telah dimasukan ke dalam mobil tahanan. Ia mencoba mencegah agar rekannya tidak digelandang masuk ke dalam mobil, dan berhenti mendapatkan kekerasan.

Namun bukannya berhenti, aksi pemukulan yang diterimanya malah semakin menjadi. Setelah dipukuli tanpa ampun, barulah mereka di masukan ke dalam mobil tahanan.

“Pas penangkapan itu kekerasannya ada, kalau pemeriksaan itu nggak ada kekerasan secara fisik langsung tapi sekitar pukul 11 malam, itu saya ada pendarahan atau mimisan sampai jam setengah satu subuh, itu masih berlangsung pemeriksaannya,” jelasnya.

Usai rampung diperiksa sekitar pukul 2-3 subuh, barulah Cho bisa beristirahat. Saat pagi hari Cho Yong Gi pun dibangunkan untuk menandatangani surat hasil pemeriksaan.

Namun setelah dibaca ulang, keterangan yang diketik petugas, dengan yang diberikan olehnya sama sekali berbeda.

“Pokoknya itu enggak sesuai sama apa yang saya nyatakan dan itu menurut saya berbahaya karena saya tidak melempar, saya tidak melakukan pengerusakan tidak melakukan pemukulan, tidak macem-macem tapi di surat itu bisa jadi muncul,” katanya.

Saat itu, Cho meminta pendampingan hukum, karena dirinya merasa hal itu tidak sesuai. Namun, pihak aparat meminta agar Cho langsung menandatangani surat tersebut dengan iming-iming bisa segera bebas.

Akibat tidak ada kesepakatan, Cho Yong Gi hanya didiamkan selama 30 menit pertama.

“Yaudah saya nggak mau tanda tangan dia juga nggak mau ngasih pendamping hukum yaudah kita diem-diemin aja sekitar 30 menit baru pendamping hukum yang seruangan sama saya itu saya bisa hubungi, minta tolong dia panggilin pendamping hukum setelah itu kita pemeriksaan lagi, untuk tanda tangan jadi nggak jadi istirahat tuh,” katanya.

“Entah kenapa saya merasa kayak mungkin penyiksaan tapi nggak secara langsung secara psikis itu ditekan terus juga dalam kondisi mimisan dalam kondisi pendaraha itu lanjut dari sekitar jam 2 sampai jam 4 subuh itu lanjut mimisan semakin pusing semakin batuk-batuk,” imbuhnya.

Sementara itu, Kasubdit Penmas Bidhumas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak mengatakan, hari ini ada tujuh orang terjadwal soal agenda klarifikasi. Sementara tujuh orang lainnya, bakal diperiksa besok.

“Tujuh yang terjadwal untuk agenda klarifikasi hari ini, tujuh lainnya besok ya,” katanya.

Dari tujuh orang yang dijadwalkan diperiksa, baru empat orang yang hadir.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI