Suara.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait pengiriman siswa ke barak militer. Dedi Mulyadi dilaporkan oleh salah satu orang tua siswa asal Bekasi atas dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak pada Kamis (5/6/2025).
Menanggapi laporan tersebut, mantan Bupati Purwakarta itu tampaknya tidak terlalu memikirkannya. Melalui video singkat yang diunggahnya di akun TikTok @dedimulyadiofficial, Dedi Mulyadi meminta agar masyarakat Jawa Barat yang mendukungnya tak perlu emosi dalam menanggapi laporan tersebut.
"Saya sampaikan kepada semuanya, berbagai upaya yang diarahkan pada diri saya, baik kritik, saran, bully, nyinyir, atau upaya untuk mempidanakan diri saya, nggak usah ditanggapi dengan emosi," ucap Dedi Mulyadi.
Pria yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi itu juga menambahkan bahwa dirinya akan menghadapi laporan tersebut dengan tenang. Dedi Mulyadi menduga jika pelapor tengah mencari perhatian atau caper.
"Kita hadapi dengan rileks saja, mungkin mereka lagi mencari perhatian," sambungnya.
Dedi Mulyadi merasa bahwa tindakannya sebagai Gubernur Jawa Barat, termasuk program pendidikan karakter yang mengirim para murid bermasalah ke barak militer adalah salah satu upaya untuk membentuk generasi selanjutnya di masa mendatang.
"Dan bagi saya, meyakini apa yang dilakukan adalah upaya-upaya mencintai seluruh rakyat Jawa Barat dan mencintai generasi mudanya. Karena saya ingin warga Jawa Barat ke depan, anak-anak mudanya menjadi anak-anak hebat, menguasai teknologi, mengusai industri, mengusai pertanian, menguasai peternakan, perikanan, kelautan, kewirausahaan, dan seluruh berbagai profesi lainnya dan itu harus dibentuk dengan watak dan sistem yang hebat," jelas Dedi Mulyadi.
Sebagai informasi, orang tua siswa yang melaporkan Dedi Mulyadi ke Bareskrim Polri sebelumnya juga telah membuat laporan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM. Sembari menunggu proses ke Komnas HAM, pihak pelapor melibatkan Bareskrim Polri terkait unsur-unsur pidana.
Adapun pasal yang digunakan adalah Pasal 76 H Undang-Undang Perlindungan Anak yang melarang keterlibatan anak-anak untuk kegiatan militer.
Baca Juga: Aturan Jam Malam Pelajar di Bandung Mulai Diberlakukan
Sejumlah pihak sperti anggota DPR dan Komii Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga telah mengkritik kebijakan Dedi Mulyadi perihal mengirim anak-anak bermasalah ke barak militer.
Menurut Komisioner KPAI bidang pendidikan, pendekatan militeristik semacam itu seharusnya menjadi pilihan paling akhir setelah semua mekanisme perlindungan dan pembinaan anak dijalankan secara maksimal.
Pihak KPAI juga menjelaskan bahwa struktur pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak, termasuk hak mendapatkan pengasuhan, pembinaan, dan pendisiplinan harus berbasis pada peran satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat.
Walau begitu, Dedi Mulyadi mengklaim bahwa mayoritas warga Jawa Barat mendukung kebijakannya untuk mengirim pelajar yang bermasalah ke barak militer. Dedi Mulyadi menilaoi jika orang-orang yang menentang kebijakannya tersebut hanya berasal dari kalangan elite.
"Coba gih deh, ukurannya kebijakan ini, sangat disetujui oleh orang tua. Dicek di media sosial siapa yang paling mendukung kebijakan saya, rakyat Jabar. Siapa yang menentang, para elite," kata Dedi Mulyadi pada Selasa (29/4/2025).
Dedi Mulyadi juga sempat melawan balik kritikan KPAI yang merasa keberatan dengan programnya. Ia menilai bahwa KPAI seharusnya mengambil langkah untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dialami oleh anak-anak remaja.
Dedi Mulyadi menyebut bahwa ada ribuan anak yang dianggap bermasalah di Jawa Barat dan mempertanyakan peran KPAI untuk mengatasi permasalahan tersebut. Ia menyayangkan sikap KPAI yang dinilai hanya mengoreksi kekuarangan dari sebuah program untuk penanganan masalah yang dia anggap darurat.