Suara.com - Mantan Pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar mengaku mendapatkan perlakuan berbeda dari terdakwa lainnya.
Pernyataan itu disampaikan Zarof dalam pleidoi atau nota pembelaan yang dibacakan dalam persidangan kasus dugaan suap dan gratifikasi untuk memengatuhi putusan hakim dalam perkara dugaan pembunuhan Dini Sera Afrianti yang melibatkan Gregorius Ronald Tannur.
Awalnya, Zarof mengaku selalu bersikap kooperatif dalam proses hukum yang dijalaninya, sejak ditangkap penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga menjalani persidangan.
"Setiap keluar ruang tahanan menuju persidangan dan juga sebaliknya, saya selalu patuh untuk diborgol dan dikenakan rompi tahanan, walaupun mendapat perlakuan yang berbeda dengan terdakwa lain, saya tidak pernah protes," katanya di ruang Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Selasa 10 Juni 2025.
Dia juga mengaku tetap menjalani pemeriksaan ketika sakit. Bahkan, Zarof mengatakan dirinya sempat mengajukan permohonan untuk diperiksa tetapi tidak dikabulkan.
"Walaupun dalam keadaan sakit sebagaimana sudah saya ajukan surat untuk pemeriksaan, namun belum pernah disetujui, saya tetap hadir dan tidak menggunakan alasan sakit untuk menghindar persidangan," katanya.
Zarof Dituntut 20 Tahun Penjara
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung menuntut Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar dihukum dengan pidana penjara selama 20 tahun.
Jaksa meyakini Zarof bersalah dengan terlibat dalam tindak pidana korupsi, yakni berupa pemufakatan jahat terkait suap dan penerimaan gratifikasi dalam pengondisian sejumlah perkara peradilan.
Baca Juga: Terima Rp 200 M dari Pengurusan Perkara, Zarof Ricar Minta Maaf ke Mahkamah Agung hingga Masyarakat
Dia diduga menerima suap untuk membantu Ronald Tannur divonis bebas dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa DR. Zarof Ricar, SH, SSos, M.Hum dengan pidana penjara selama 20 tahun," kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 28 Mei 2025.
Selain pidana penjara, jaksa juga menuntut agar Zarof dijatuhi hukuman pidana denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan jika tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
"Menghukum untuk membayar denda pidana sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan," kata jaksa.
Atas perbuatannya, Zarof dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B jo. Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Terima Rp 200 Miliar Hasil Makelar Kasus
Sebelumnya, Zarof Ricar mengaku menerima uang hasil pengurusan perkara dalam bentuk mata uang asing senilai total Rp200 miliar.
Hal itu disampaikan Zarof saat memberikan keterangan sebagai terdakwa dalam sidang kasus dugaan gratifikasi dan suap terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur pada perkara dugaan pembunuhan Dini Sera Afrianti.
![Zarof Ricar menyampaikan pleidoi pribadinya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Selasa (10/6/2025). [ANTARA/Fath Putra Mulya]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/10/89788-zarof-ricar-menyampaikan-pleidoi-pribadinya.jpg)
Awalnya, jaksa bertanya soal uang Rp920 miliar yang ditemukan penyidik Kejagung dalam brankas di rumah Zarof Ricar.
“Dari Rp900 (miliar) sekian itu yang untuk pengurusan itu berapa?" kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin 19 Mei 2025.
"Saya waktu itu di penyidik saya asal nyebut aja, itu hampir sekitar Rp 200 (miliar) saya bilang," jawab Zarof.
Namun, Zarof mengaku tidak ingat detail perkara yang membuatnya memiliki uang sebanyak itu. Dia bahkan menyebut tidak menyadari ada uang total Rp 920 miliar di dalam brankasnya.
"Nggak hafal, nilai uang segitu aja di dalam itu aja saya nggak tahu jumlahnya," ucap Zarof.
“Karena saking banyaknya?” tanya jaksa.
“Ya bukan saking banyaknya, saya taruh-taruh saja,” jawab Zarof.
Jaksa kemudian mempertanyakan jabatan Zarof saat menerima uang tersebut. Zarof mengakui uang itu diterima saat menjabat Sekretaris Ditjen Peradilan Umum (Badilum) MA.
"Dari waktu jabatan apa, Direktur Pidana?” kata jaksa.
"Bukan, Direktur Pidana nggak masuk hitungan itu, Pak," sahut Zarof.
"Sejak kapan?" lanjut jaksa.
"Dari waktu jadi Ses (Sekretaris Ditjen Peradilan Umum MA) itu saya itu, itu dari bisnis bisnisnya mulai dari Ses," timpal Zarof.
"Kalau direktur pidana belum?" tambah jaksa.
"Ya itu saya terus terang dikasih Rp 500 ribu, Rp 300 ribu," sahut Zarof.