Ferry Irwandi Kasih Bukti Tambang Nikel Tak Lebih Menguntungkan dari Wisata Raja Ampat

Jum'at, 13 Juni 2025 | 13:09 WIB
Ferry Irwandi Kasih Bukti Tambang Nikel Tak Lebih Menguntungkan dari Wisata Raja Ampat
Kondisi salah satu pulau di Raja Ampat yang ditambang oleh perusahaan nikel. [IG Greenpeace Indonesia]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pembukaan lahan tambang nikel di Raja Ampat, Papua dianggap pendukung pemerintah sebagai salah satu upaya membenahi perekonomian negara yang anjlok.

Namun oleh Ferry Irwandi, mereka yang mendukung penambangan nikel di Raja Ampat disodori alasan kenapa langkah pemerintah salah besar.

Selama ini, Raja Ampat dikenal sebagai salah satu destinasi wisata berkelas internasional yang Indonesia punya, dan bisa menghasilkan pendapatan daerah sampai Rp31 miliar di 2024.

"Raja Ampat adalah salah satu obyek wisata premium di dunia. Lo bisa spend a lot of money di situ, karena harganya mahal-mahal dan memang seharusnya seperti itu," kata Ferry Irwan di akun YouTube-nya yang diunggah baru-baru ini.

"Mengingat betapa berharganya biota laut, ekosistem dan segala hal yang ada di Raja Ampat," ujar Ferry menyambung.

Meski wisata malah, Raja Ampat tak pernah sepi dari minat wisatawan baik lokal maupun asing. Berdasarkan catatan, jumlah wisatawan bisa mencapai puluhan ribu dalam setahun, dengan rata-rata mengeluarkan duit di kisaran Rp5 juta sampai Rp15 juta per hari.

"Durasi mereka menginap di Raja Ampat itu juga bisa sampai dua minggu, atau bahkan ada yang tiga minggu. Artinya, uang yang berputar dari wisatanya saja, itu udah banyak," imbuh kreator konten 33 tahun ini.

Masih ada juga cadangan pemasukan dari program konservasi lingkungan di Raja Ampat, yang menurut hitungan kasar Ferry Irwandi bisa menghasilkan keuntungan triliunan Rupiah.

Baca Juga: Kawasan Industri IWIP Targetkan Serap 100 Ribu Tenaga Kerja Hingga 2026

"Di Raja Ampat, ada 27.800 hektar mangrove. Ketika kita kalkulasikan dari 10 sampai 35 dolar AS, dan dikonversi ke Rupiah, kita punya cadangan sebesar Rp4,9 triliun. Itu juga didapat dari putaran ekonomi lokal, coral protection, perikanan dan beberapa faktor lain," ucap Ferry.

Dengan memaksimalkan dua sektor itu saja, Ferry Irwandi meyakini Raja Ampat punya nilai ekonomi sampai ratusan triliun Rupiah dalam 50 tahun ke depan.

Sejumlah warga Desa Manyaifun bersama aktivis Greenpeace Indonesia berpose untuk foto bersama dengan spanduk bertuliskan ‘Selamatkan Raja Ampat, Stop Nikel’ dan ‘Selamatkan Hutan Papua’, dengan Desa Manyaifun dan perbukitan Pulau Batang Pele di latar belakang. Pulau Batang Pele merupakan destinasi wisata yang juga masuk dalam kawasan hutan lindung dan menjadi bagian dari UNESCO Global Geopark. Saat ini, izin usaha pertambangan nikel tengah diajukan untuk pulau tersebut oleh PT Mulia Reymond Perkasa, yang mencakup wilayah konsesi seluas 2.193 hektare, yang meliputi Desa Manyaifun dan Pulau Batang Pele. (Dok: Alif R Nouddy Korua / Greenpeace)
Sejumlah warga Desa Manyaifun bersama aktivis Greenpeace Indonesia berpose untuk foto bersama dengan spanduk bertuliskan ‘Selamatkan Raja Ampat, Stop Nikel’ dan ‘Selamatkan Hutan Papua’, dengan Desa Manyaifun dan perbukitan Pulau Batang Pele di latar belakang.  (Dok: Alif R Nouddy Korua / Greenpeace)

Penduduk asli Raja Ampat pun bisa ikut menikmati hasil kekayaan alam mereka, karena ikut dilibatkan langsung dalam kegiatan perputaran ekonomi dari kedua sektor.

"Rp446 triliun ini di luar sirkular ekonomi yang terjadi. Artinya, dalam 50 tahun bisa punya nilai ekonomi sebesar Rp446 triliun," tutur Ferry.

"Nilai itu masih bisa dimaksimalkan lagi kalau pemerintah bekerja dengan benar. Sangat-sangat mungkin untuk menyentuh angka Rp800 triliun, dan bisa didapat tanpa merusak lingkungan," katanya.

Sedang dari proyek tambang nikel, perusahaan cuma diizinkan mengambil 59 juta dari 300 juta cadangan nikel yang tertanam di tanah Raja Ampat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI