Suara.com - Tidak semua orang mampu konsisten melakukan satu hal baik selama lebih dari satu dekade. Tapi, Rizki Al Hamid membuktikan bahwa kebaikan yang dilakukan secara sederhana, bila dilakukan terus-menerus, bisa menjadi hal luar biasa.
Di usianya yang baru menginjak 35 tahun, pria asal Surabaya ini sudah mendonorkan darahnya sebanyak 67 kali, dan bersiap melakukan donor darah ke-68 pada 29 Juni mendatang.
Perjalanannya sebagai pendonor darah bukan sekadar rutinitas, melainkan wujud nyata dari cita-cita sederhana: ingin jadi manusia yang bermanfaat.
Cerita Rizki dimulai pada tahun 2011, saat ia berusia 21 tahun dan masih kuliah di sebuah kampus di Surabaya. Saat itu, kampusnya bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) mengadakan kegiatan donor darah. Rizki yang saat itu belum pernah berdonor, ikut ajakan temannya dan mendaftarkan diri.
“Saya diajak teman untuk donor darah dan saya mengiyakan,” kenangnya saat diwawancara Suara.com beberapa hari lalu.
“Keesokan harinya, acara tersebut diliput oleh salah satu koran. Yang membuat saya tertarik, ada banyak kesaksian dari orang-orang yang bilang donor darah bisa mencegah penyakit," imbuh Rizki.
Itulah momen yang mengubah cara pandangnya. Donor darah tidak hanya membantu mereka yang membutuhkan transfusi, tapi juga membawa manfaat kesehatan bagi si pendonor.
“Selain mendapatkan pahala menolong orang, kita juga mendapatkan nilai tambah untuk kesehatan. Itu yang membuat saya rutin,” ujarnya.
Sejak itu, Rizki berkomitmen mendonorkan darah setiap tiga bulan.
Baca Juga: Jusuf Kalla: Negara Akan Dihargai Jika Maju Secara Ekonomi
Namun bukan berarti prosesnya selalu mulus. Rizki mengaku pernah dua kali ditolak oleh PMI karena kadar hemoglobinnya di bawah standar minimal 12,5 mmhg.
Untuk meningkatkan kadar haemoglobin, Rizki disarankan untuk istirahat cukup, perbanyak konsumsi protein, serta menambah vitamin bila perlu. Dengan menerapkan saran dari PMI itu, Rizki tak pernah lagi ditolak untuk donor darah.
Dari Keinginan Jadi Dermawan hingga Raih Penghargaan
Donor darah rupanya menjadi cara Rizki untuk berbagai rezeki kepada orang lain. Dia merasa bukan orang yang kaya raya secara materi, namun demikian ingin tetap menjadi dermawan.
"Saya tahu saya enggak punya banyak uang untuk membantu orang, tapi saya bisa bantu lewat darah saya," cerita dia.
Motivasi ini diperkuat oleh kondisi saat itu di Surabaya, di mana pasokan darah disebut masih terbatas. Rizki merasa ia bisa berkontribusi secara nyata.