Suara.com - Kronologi skandal haji hingga menyeret nama Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas kembali mengemuka.
Pasalnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa dugaan kasus korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan haji di Kementerian Agama (Kemenag) tidak hanya terjadi baru-baru ini, melainkan telah berlangsung sejak sebelum tahun 2024.
Saat ini KPK tengah melakukan penyelidikan terkait skandal haji tersebut, dan kemungkinan akan memeriksa Gus Yaqut, yang pernah menjabat sebagai Amirul Hajj 2024, yakni pemimpin misi haji Indonesia di Arab Saudi yang ditunjuk langsung oleh Kemenag.
KPK memang belum memerinci secara resmi tentang kronologi skandal haji ini.
Namun, jika kembali pada 2024, Yaqut diduga menjadi pemain utama dalam skandal jual – beli kuota haji di masa kepemimpinannya sebagai Menteri Agama.
Saat itu, kuota haji Indonesia telah ditetapkan sejumlah 241.000, dengan rincian 221.720 jemaah reguler dan 19.280 jemaah haji khusus.
Namun demikian, Kemenag kemudian melakukan pembagian ulang menjadi 221.000 kuota haji regular ditambah 20.000 kuota haji tambahan.
Dari kuota haji tambahan tersebut, dibagi lagi masing – masing 10.000 untuk kuota haji regular dan khusus.
Bukan hanya pembagian yang menyalahi aturan awal, Pansus Haji yang dibentuk untuk menyelidiki kasus ini menemukan ada 3.500 kuota jemaah tanpa masa tunggu, yang diduga melakukan transaksi di luar prosedur resmi.
Baca Juga: Nadiem Makarim Sambangi Kejagung, Senyum Misterius di Tengah Kasus Korupsi Chromebook
Di samping itu, ditemukan adanya sejumlah jemaah haji “jalur khusus” yang membayar biaya lebih besar. Atas temuan ini, Yaqut yang saat itu menjabat sebagai menteri dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh kelompok masyarakat sipil.
Anggota Komisi VIII, Abdul Wachid menyebut perubahan komposisi itu belum ada kesepakatan antara DPR dan Kemenag, sehingga dinyatakan akan dibahas lebih lanjut.
Tapi pada perjalanannya, Kemenag tetap menjalankan perubahan komposisi itu secara sepihak.
"(Perubahan kebijakan) ini jelas menyalahi kesepakatan dalam Raker Komisi VIII DPR RI dengan Menag RI tanggal 27 November 2023 dan juga Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2024 tentang BPIH Tahun 1445H/2024M yang menyebutkan besaran anggaran haji sebagaimana diamanatkan dalam Raker dimaksud," kata Wachid, Senin (25/4/2024).
Menurutnya, Kemenag seharusnya memprioritaskan calon jemaah reguler, mengingat anterannya yang lebih panjang.
Berdasarkan data Kemenag, daftar tunggu haji saat ini berkisar antara 11 tahun sampai 43 tahun.