Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menepis ucapan mantan Presiden Jokowi yang sempat menyebut jika pemberhentian presiden harus sepaket dengan wakil presiden (wapres). Menurutnya, pemberhentian terhadap jabatan presiden dan wapres bisa dilakukan secara terpisah.
Hal disampaikan Jokowi menanggapi usulan pemakzulan yang dilayangkan Forum Purnawirawan Prajurit TNI terhadap putranya, Gibran Rakabuming Raka dari jabatan wapres. Tanggapan ucapan Jokowi itu disampaikan Biviri dalam siniar yang tayang di akun Youtube, Abraham Samad SPEAK UP pada Rabu (2/7/2025).
Untuk mematahkan argumentasi Jokowi, Bivitri juga menukil isi Pasal 7 A dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 yang mengatur soal mekanisme pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden.
"Jadi dua respons nih, pertama konstitusi kita di Pasal 7A juga 7 B bilangnya presiden dan garis miring atau dan atau ada katanya dan atau dan atau kalau orang hukum pasti paham. Tapi buat yang sedang menyimak yang enggak belajar hukum harus paham bahwa dan garis miring atau itu artinya bisa dua-duanya, tapi boleh sendiri," ujar Bivitri dalam siniar yang dipantau pada Kamis (3/7/2025).

"Jadi sebenarnya kalau kita mau memakzulkan satu orang, presiden saja atau wakil presiden saja, boleh dilaksanakan secara terpisah, konstitusi kita bilang begitu," sambungnya.
Selain menyanggah, Bivitri mencurigai alasan Jokowi menyebut pembehentian presiden dan wakil presiden harus satu paket itu karena untuk menyeret nama Prabowo. Menurutnya, dalil Jokowi itu menggunakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90 Tahun 2023 yang mengubah syarat usia capres dan cawapres.
"Tapi respons saya yang kedua saya menduga Pak Jokowi bilang gitu sebenarnya untuk bilang bahwa kalau dasarnya putusan 90 (MK) kan Pak Prabowo tidak mungkin tidak tahu," ujarnya.
"Jadi kalau kalian mau mempersoalkan itu kalian juga harus mempersoalkan Pak Prabowo. Mau nyeret-nyeret juga. Yang mana kita harus hati-hati kalau putusan 90. Itu semua anggota KIM Plus semua partainya tahu, enggak mungkin mereka enggak tahu apa yang terjadi dengan putusan 90," sambungnya.
Lebih lanjut, Bivitri juga menyoroti poin-poin dari pernyataan Forum Purnawirawan TNI terkait surat usulan pemakzulan Gibran yang telah dilayangkan ke MPR/DPR RI.
Baca Juga: DPR Dicap Melempem soal Pemakzulan Gibran, Bivitri Soroti Puan: PDIP Belum Terbuka Bagian KIM Plus
"Makanya menurut saya kritik kita pada para purnawirawan adalah saya sudah baca di media sosial. Ininya ya suratnya Kan sebenarnya mereka bikin ada alasan-alasan lain di bawahnya. Sebenarnya yang lebih kuat tuh alasan-alasan lain di bawahnya tuh bukan yang di atasnya," ujar Bibip.
Respons Jokowi soal Pemakzulan Gibran
Presiden ke-7 RI, Joko Widodo sebelumnya menyebut bahwa usulan pemakzulan putranya merupakan dinamika demokrasi di Indonesia.Diketahui, usulan pemakzulan terhadap Gibran telah dilayangkan oleh Forum Purnawirawan TNI dan kini sudah bergulir di MPR/DPR RI.
Baginya, dalam negara demokrasi, setiap orang berhak bersuara, termasuk mengusulkan pemakzulan Gibran, asal dilakukan dengan cara yang tepat sesuai dengan sistem ketatanegaraan.
“Ya negara ini kan negara besar yang memiliki sistem ketatanegaraan. Ya diikuti saja, proses sesuai sistem ketatanegaraan negara kita. Bahwa ada yang menyurati seperti itu, itu dinamika demokrasi kita, biasa saja. Dinamika demokrasi kan seperti itu, biasa saja," kata Jokowi di Solo, Jawa Tengah, Jumat (6/6/2025).
Gibran menjadi satu paket pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
"Pilpres kemarin kan satu paket, bukan sendiri-sendiri. Kayak di Filipina, itu akan sendiri-sendiri, di kita kan satu paket," ujar Jokowi.