Suara.com - Hujan lebat diperkirakan masih akan terjadi di sejumlah daerah hingga tanggal 10 Juli mendatang.
BMKG mencatat wilayah yang perlu diwaspadai terjadi hujan lebat hingga 6 Juli di antaranya, Sulawesi Barat, Maluku, dan Papua Selatan.
Sementara angin kencang berpotensi terjadi di Kepulauan Riau, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, dan beberapa wilayah di Sulawesi dan Papua.
“Pada 7–10 Juli, potensi hujan sangat lebat bahkan diperkirakan di Papua Pegunungan, sementara wilayah Maluku masih masuk kategori siaga. Masyarakat harus tetap waspada, terutama terhadap banjir bandang, longsor, dan gangguan aktivitas harian,” ujar Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, dalam keterangan yang diterima suara.com, Kamis (3/7/2025).
Menyikapi kondisi tersebut, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengimbau seluruh operator transportasi darat, laut, dan udara untuk secara aktif memantau dan mematuhi informasi cuaca dan peringatan dini yang dikeluarkan BMKG.
Dwikorita menekankan bahwa kepatuhan terhadap informasi meteorologi harus menjadi bagian dari prosedur standar operasional transportasi, demi keselamatan jiwa dan kenyamanan masyarakat luas.
![Ilustrasi hujan tingkat rendah dan menengah. [Ist]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/03/27748-ilustrasi-hujan-tingkat-rendah-dan-menengah-ist.jpg)
"Keselamatan harus menjadi prioritas. Pengambilan keputusan dalam operasional transportasi harus mengacu pada data meteorologi yang kami sampaikan secara resmi dan berkala,” tegas Dwikorita.
Dwikorita juga mengajak masyarakat untuk tidak mengabaikan informasi cuaca, terutama ketika merencanakan perjalanan selama masa liburan sekolah.
Selain itu, pemerintahan daerah, pejabat kewenangan kebencanaan, pertanian, logistik, hingga pariwisata diimbau untuk menggunakan data cuaca sebagai dasar perencanaan kegiatan.
Baca Juga: Hujan Deras Tak Terduga! BMKG Ungkap Wilayah Berpotensi Dilanda Cuaca Ekstrem
"Cuaca saat ini tidak bisa diprediksi hanya dengan kebiasaan atau intuisi. Kita semua perlu berbasis data dan bersiap menghadapi dinamika iklim yang terus berubah," pesan Dwikorita.
Menjelaskan lebih jauh, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menyampaikan bahwa dinamika atmosfer yang memicu cuaca ekstrem saat ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor global dan regional.
Meskipun fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) berada di fase kurang aktif, kondisi atmosfer masih sangat labil akibat lemahnya Monsun Australia dan aktifnya gelombang ekuator seperti Rossby dan Kelvin.
“Hal ini menyebabkan udara di wilayah selatan Indonesia tetap lembap dan mendukung pembentukan awan hujan, bahkan di wilayah-wilayah yang secara klimatologis seharusnya sudah memasuki musim kemarau,” jelas Guswanto.
Menurut Guswanto, kondisi laut juga turut memperparah potensi cuaca ekstrem. Bibit siklon tropis 98W yang terpantau di sekitar Luzon memang tidak berdampak langsung ke Indonesia, namun menyebabkan peningkatan kecepatan angin di Laut Cina Selatan.
Sementara itu, sirkulasi siklonik di Samudra Hindia barat Sumatera dan Samudera Pasifik utara Papua Nugini menciptakan zona konvergensi dan konfluensi di beberapa perairan Indonesia, seperti Laut Jawa, Laut Flores, dan wilayah Maluku bagian utara.