Jawa Pos: Senjata Makan Tuan Dahlan Iskan

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Selasa, 08 Juli 2025 | 20:18 WIB
Jawa Pos: Senjata Makan Tuan Dahlan Iskan
Jawa Pos, senjata makan tuan Dahlan Iskan. [Suara.com/Alfian Winanto]

Suara.com - Dahlan Iskan pasti tak akan menyangka, perusahaan yang ia besarkan namanya dengan berdarah-darah itu kini menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.

Atas laporan perwakilan Jawa Pos, perusahaan media terkemuka di Indonesia, Dahlan Iskan, menjadi tersangka kasus tindak pidana pemalsuan surat dan penggelapan.

Padahal siapa yang tidak tahu, Dahlan lah yang membuat Jawa Pos besar seperti sekarang ini. Jawa Pos, koran yang nasibnya sudah berada di ujung tanduk diakuisisi oleh Tempo pada tahun 1982. 

Eric Samola, Direktur Tempo saat itu, mempercayakan Dahlan Iskan sebagai pimpinan baru Jawa Pos. Dahlan ketika adalah Kepala Biro Tempo Surabaya.

Dahlan hanya dibekali modal Rp45 juta untuk membangkitkan kembali kejayaan Jawa Pos yang pernah berkibar di tahun 1950-an.

Berkat kerja keras dan inovasi yang dilakukan Dahlan Iskan, Jawa Pos menjelma menjadi media massa terkemuka di tanah air hanya dalam waktu 10 tahun.

Jawa Pos memiliki jaringan koran di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Mereka juga mulai mengembangkan bisnis di media televisi.

Di tangan besi Dahlan Iskan, Jawa Pos berhasil menaikkan tiras mereka ke 300 ribu eksemplar per hari dengan omset Rp38,6 miliar selama satu dekade.

Terlempar dari Jawa Pos

Baca Juga: Jadi Tersangka Penggelapan, Dahlan Iskan Pernah Masuk Daftar Orang Terkaya di Indonesia

Pada tahun 2000, Dahlan melanggar aturan yang ia buat sendiri yaitu larangan keluarga masuk dalam perusahaan Jawa Pos.

Dahlan memasukkan sang anak, Azrul Ananda, ke Jawa Pos untuk mengasuh rubrik Deteksi, yang menyasar pembaca remaja.

Dahlan lalu mengangkat Azrul sebagai Direktur Utama PT Jawa Pos Koran pada 2011. Keputusan ini membuat pemegang saham dan direksi Jawa Pos khawatir.

Pada rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPS LB) 24 November 2017,  para pemilik saham mendesak Azrul mundur sebagai Dirut Jawa Pos.

Alasan para pemegang saham mendesak Azrul adalah karena pendapatan Jawa Pos di bawah Azrul terus menurun.

Pada tahun 2013, pendapatan Jawa Pos tercatat di angka Rp 686,56 miliar. Angka ini terus menurun di tahun berikutnya yaitu Rp 520,40 miliar. Bahkan pendapatan di Oktober 2017 semakin merosot ke angka Rp 345,57 miliar.   

Azrul Ananda akhirnya mengundurkan diri sebagai Dirut Jawa Pos Koran pada pada RUPS-LB 14 November 2017, di Surabaya. Para pemegang saham pun menyetujui.

Lalu pada RUPS LB Juli 2018, giliran Dahlan didesak mudur dari posisi CEO JP Holding. Dahlan sebenarnya menolak desakan untuk mundur.

Goenawan Moehamad sebagai motor pengambilan keputusan, bersikeras mendesak Dahlan mundur. Yohanes dan para pemegang saham Geng Tempo setuju.

Sementara Dahlan hanya mendapat dukungan dari Tirza Samola, perwakilan keluarga Eric Samola. Mereka akhirnya kalah suara dan Dahlan pun mundur.  Dahlan terdepak dari perusahaan yang ia besarkan. Kini statusnya hanya pemegang saham 10,20 persen di Jawa Pos.

Masalah ini ternyata berlanjut ke perkara hukum. Dahlan Iskan menggugat Jawa Pos secara perdata. Sementara Jawa Pos melaporkan Dahlan ke Polda Jawa Timur.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI