Suara.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengingatkan pentingnya kebijaksanaan dalam menggunakan media sosial, terutama bagi anak dan remaja yang tumbuh di era derasnya arus digital.
Peringatan itu disampaikan dalam Webinar Series “Libur Telah Tiba", yang digelar sebagai bagian dari rangkaian Lokakarya Forum Anak Nasional 2025 sekaligus perayaan menjelang peringatan Hari Anak Nasional 2025.
“Media sosial dan teknologi tidak bisa kita tinggalkan, karena bagian dari kehidupan masa kini. Namun, jangan sampai kita terlena dan menjadi korban sebab ketidakarifan kita dalam menggunakan media sosial,” ujar Arifah dalam keterangannya di Jakarta, ditulis Rabu (9/7/2025).
Merujuk hasil survei Komnas Perlindungan Anak tahun 2022, Arifah menyebutkan bahwa 40 persen anak Indonesia pernah mengalami kekerasan di ruang digital, termasuk perundungan atau bullying.
Oleh sebab itu, ia mendorong anak muda untuk selalu menerapkan prinsip saring sebelum sharing dalam setiap aktivitas digital.
“Jika menerima informasi, cek dulu kebenarannya. Setelah itu, tanyakan kepada diri sendiri apakah informasi tersebut penting untuk disebarkan, dan apakah ada pihak yang bisa tersakiti jika informasi itu dibagikan,” pesan Arifah.
Lebih jauh, Arifah juga menekankan bahwa anak-anak merupakan subjek utama dalam pembangunan.
Oleh sebab itu, seluruh pihak baik itu negara, keluarga, masyarakat, dan dunia usaha, memiliki tanggung jawab kolektif untuk memastikan pembangunan yang inklusif dan responsif terhadap suara serta kebutuhan anak.
“Dunia digital dan krisis iklim adalah dua tantangan besar yang harus dihadapi anak-anak masa kini. Kita semua wajib hadir untuk mendampingi mereka tumbuh dengan aman, tangguh, dan bijak,” tegas Arifah.
Baca Juga: Misteri Sosok Andini Permata Bareng Bocil dan Jebakan di Balik Link Viral yang Harus Kamu Tahu
Dalam kesempatan yang sama, CEO Save the Children Indonesia, Dessy Kurwiany Ukar, menyoroti bahwa di tengah akselerasi digital dan perubahan iklim yang semakin nyata, perlindungan anak menghadapi tantangan yang makin kompleks.
“Digitalisasi membawa peluang besar, tetapi juga risiko yang mengancam keselamatan dan hak-hak anak.
Sementara itu, dampak perubahan iklim memperparah kondisi ketidakpastian yang dialami anak-anak, memperpanjang masa krisis dan menghambat akses mereka terhadap kebutuhan dasar,” jelas Dessy.
Dessy pun menyerukan agar momentum Hari Anak Nasional tahun ini dimanfaatkan untuk memperkuat komitmen semua pihak dalam melindungi anak-anak dari ancaman digital dan krisis iklim, sekaligus memberi ruang bagi mereka untuk menjadi agen perubahan.
Menteri PPPA Pantau Langsung Pemulihan Anak Korban Kekerasan
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, kembali menjenguk M (7 tahun), anak korban kekerasan ekstrem oleh ayah kandungnya sendiri.
Bocah ini sebelumnya ditemukan dalam kondisi memprihatinkan di lorong Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
![Ilustrasi kasus kekerasan anak dan perempuan. [Ist]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/07/14/39814-ilustrasi-kasus-kekerasan-anak-dan-perempuan-ist.jpg)
Hingga kini, M masih dirawat intensif di RS Polri Kramat Jati. Namun, kondisinya berangsur membaik.
Arifah menyebut, anak tersebut sudah bisa berinteraksi dengan tenaga medis dan menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
Anak malang ini sebelumnya harus menjalani tiga jenis operasi yang meliputi bedah ortopedi, bedah mulut, dan bedah plastik.
Semua tindakan medis dilakukan untuk mengatasi luka fisik berat yang dideritanya akibat penyiksaan.
Kementerian PPPA memastikan pendampingan terus dilakukan, baik secara medis maupun psikologis.
Selain itu, Dinas Sosial Jakarta Selatan dan Kementerian Sosial juga turut memberikan dukungan sosial terhadap korban.
Direktur RS Polri, Brigjen Prima Heru Yulihartono, menyatakan kondisi fisik anak sudah jauh lebih stabil.
Ia menyebut bahwa selama 25 hari perawatan, korban berhasil keluar dari ruang intensif dan menunjukkan peningkatan signifikan.