Akar Masalah: Keluarga hingga Gadget
Kementerian PPPA telah melakukan analisis mendalam untuk mengidentifikasi faktor-faktor pemicu maraknya kekerasan ini. Tiga penyebab utama berhasil dipetakan.
Pertama adalah pola asuh dalam keluarga yang dinilai belum optimal dalam menanamkan nilai-nilai anti-kekerasan.
Kedua, Arifah menyoroti dampak negatif dari perkembangan teknologi digital yang tidak diimbangi dengan literasi yang cukup.
"Yang kedua, penggunaan gadget yang tidak bijaksana. Karena dari beberapa kekerasan yang dialami atau dilakukan kepada anak-anak hampir sebagian besar penyebabnya atau sumbernya dari pengaruh medsos atau gadget," jelasnya.
Faktor ketiga kembali menunjuk pada persoalan internal keluarga, yang menjadi fondasi utama dalam pembentukan karakter individu.
Menyadari kompleksitas masalah ini, Arifah menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor.
"Dari tiga faktor ini, kami merasa kami harus bergandengan tangan. Karena kementerian kami tidak terlalu kuat merangkul perempuan-perempuan Indonesia," katanya.
Respons Pemerintah: Perluasan Payung Hukum
Baca Juga: Suara Live: Gibran Ngantor di Papua? dan Ari Lasso Geram! Rider Musisi Jadi Sorotan
Menanggapi situasi darurat ini, Menteri Koordinator PMK, Pratikno, menegaskan adanya arahan serius dari Presiden Prabowo Subianto untuk menangani isu kekerasan terhadap perempuan dan anak secara komprehensif. Sebagai tindak lanjut, pemerintah menginisiasi perluasan cakupan Inpres Nomor 5 Tahun 2014.
Perluasan ini bertujuan agar definisi kekerasan tidak lagi terbatas pada kekerasan fisik atau seksual semata.
"Jadi kekerasan dalam artian yang umum bukan hanya kekerasan seksual tetapi penuh kekerasan-kekerasan yang lain termasuk kekerasan verbal dan lain-lain. Jadi bukan hanya terhadap anak juga terhadap perempuan," kata Pratikno.
Di sisi lain, Pratikno melihat lonjakan angka pelaporan dari dua sisi. Meski prihatin dengan banyaknya kasus yang terjadi, ia juga memandang fenomena ini sebagai sinyal positif meningkatnya kesadaran dan keberanian korban untuk angkat bicara.
"Dalam beberapa waktu terakhir, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak yang terbuka ke publik itu banyak. Tentu saja kita prihatin dengan kasus-kasus ini. Tetapi di sisi lain ini juga menunjukkan keberanian dari korban untuk bersuara ke publik, bahkan melaporkan ke pemerintah, ke aparat penegak hukum," tutur Pratikno.