Kesepakatan Soal Ambalat Dinilai Jembatan Rapuh, Pakar UGM: Jangan Dianggap Final!

Jum'at, 11 Juli 2025 | 15:14 WIB
Kesepakatan Soal Ambalat Dinilai Jembatan Rapuh, Pakar UGM: Jangan Dianggap Final!
Pantai Ambalat di Samboja, Kukar. [Ist]

Pada periode 1966-1970, Indonesia sudah lebih dulu melakukan pengelolaan minyak di wilayah tersebut tanpa persetujuan Malaysia. Dasarnya adalah penarikan garis dari pulau-pulau terluar sebagai acuan batas wilayah, menganggap seluruh laut di selatan adalah milik Indonesia.

Namun, peta berubah pada tahun 1979 saat Malaysia secara mengejutkan menerbitkan peta baru yang mengklaim sebagian wilayah laut di selatan, termasuk area yang sudah dieksploitasi Indonesia.

"Sebetulnya baik Indonesia maupun Malaysia sama-sama melakukan klaim sepihak. Sampai saat itu juga belum ada kesepakatan," terangnya.

Ironisnya, meski sengketa memanas, eksploitasi terus berjalan. Indonesia menjalankan proyek di Blok Bukat dan Sebawang, yang jika dicermati justru berada di area klaim sepihak Malaysia.

Puncaknya, pada 1999, Indonesia secara resmi menetapkan Ambalat seluas 15.235 kilometer persegi sebagai blok minyak dan gas. Sengketa terus berlanjut hingga 2005, di mana Malaysia juga ikut melakukan pengelolaan di area klaimnya.

Artinya, selama puluhan tahun, Indonesia dan Malaysia sama-sama mengeruk sumber daya di wilayah yang sama tanpa ada kesepakatan kepemilikan.

"Kalau dilihat dari kacamata netral hukum wilayah laut ya memang ini belum milik siapa-siapa. Namun perlu ditegaskan ada overlapping claim di sini. Tidak semua wilayah Selat Makassar adalah Ambalat," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI