Kesepakatan Soal Ambalat Dinilai Jembatan Rapuh, Pakar UGM: Jangan Dianggap Final!

Jum'at, 11 Juli 2025 | 15:14 WIB
Kesepakatan Soal Ambalat Dinilai Jembatan Rapuh, Pakar UGM: Jangan Dianggap Final!
Pantai Ambalat di Samboja, Kukar. [Ist]

Suara.com - Sengketa perbatasan Ambalat antara Indonesia dan Malaysia memasuki babak baru. Namun, kesepakatan yang tampak sebagai angin segar justru dinilai menyimpan bara dalam sekam jika tidak dikelola dengan hati-hati.

Sorotan ini mengemuka menyusul kesepakatan kerja sama yang disetujui Presiden RI Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim terkait pengelolaan bersama wilayah laut Ambalat di Laut Sulawesi.

Menanggapi hal tersebut, Pakar Geodesi Universitas Gadjah Mada (UGM), I Made Andi Arsana, menilai kesepakatan yang dicapai kedua pemimpin negara tersebut baru sebatas solusi sementara yang rapuh.

Menurutnya, meski kedua negara berhak mengelola dan membagi hasilnya, akar masalah sesungguhnya belum tersentuh.

Andi menegaskan, kerja sama ini mutlak memerlukan kejelasan mengenai penetapan batas wilayah definitif bagi kedua negara agar tidak menjadi polemik yang meledak di masa depan.

"Tetap harus ada kesepakatan batas wilayah nantinya apakah dibagi dua atau Indonesia mendesak Malaysia untuk memiliki wilayah tersebut. Jangan sampai kesepakatan saat ini kemudian dianggap menjadi final," kata Andi, dalam keterangannya yang diterima Suara.com.

Potensi Konflik di Balik Harta Karun Ambalat

KRI Bima Suci bersama berlayar di Perairan Ambang Batas Laut (Ambalat), Nunukan, Kalimantan Utara, Senin (13/9/2021). [ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja]
KRI Bima Suci bersama berlayar di Perairan Ambang Batas Laut (Ambalat), Nunukan, Kalimantan Utara, Senin (13/9/2021). [ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja]

Lebih jauh, Andi menyoroti perlunya pengawasan ketat terhadap implementasi kerja sama ini.

Pasalnya, kawasan Ambalat bukan sekadar perairan biasa. Wilayah ini adalah 'harta karun' yang menyimpan kekayaan minyak, gas, hingga biota laut yang sangat melimpah.

Baca Juga: Belajar Dari Brasil: Prabowo Incar Teknologi Pertanian & Biofuel untuk Ketahanan Pangan Indonesia

Kekayaan alam inilah yang membuat Ambalat menjadi rebutan dan rawan konflik. Belum lagi dengan maraknya kasus penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) yang kerap ditemukan di area sengketa tersebut. Tanpa adanya kedaulatan yang jelas, penegakan hukum menjadi mandul.

"Sengketa Ambalat ini tentunya menjadi hambatan bagi Indonesia untuk memberlakukan kebijakan demi melindungi ekosistem laut," tuturnya.

Ia berharap kesepakatan sementara ini tidak menjadi zona nyaman yang melenakan, melainkan pemicu untuk mencapai tujuan akhir.

"Kita harapkan kesepakatan tersebut dapat menjadi jembatan pada keputusan akhir garis batas wilayah laut Indonesia dan Malaysia di Selat Makassar," imbuhnya.

Sejarah Panjang Klaim Sepihak

Peta ambalat
Peta ambalat

Menurut pemaparan Andi, sengketa ini berakar dari belum adanya kesepakatan garis batas laut antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan, Indonesia. Sejarah mencatat, kedua negara sama-sama pernah saling klaim secara sepihak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI