Suara.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Salah satu nama yang menjadi sorotan adalah Jurist Tan (JT), mantan staf khusus menteri Nadiem Makarim.
Penetapan ini memicu reaksi keras dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), terutama karena Jurist Tan tidak ikut ditahan bersama tiga tersangka lainnya.
“Tiga tersangka lain telah dilakukan penahanan, akan sangat tidak adil jika Kejagung tidak berusaha melakukan penangkapan dan penahanan atas Jurist Tan,” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, dalam keterangannya, Rabu (16/7/2025).
Menurut Boyamin, perlakuan yang berbeda ini mencederai rasa keadilan, sebab Jurist Tan tidak dapat ditahan hanya karena keberadaannya yang dipastikan berada di luar negeri.
Jejak Terlacak
Menindaklanjuti status tersebut, MAKI mengaku telah melakukan penelusuran mandiri.
Hasilnya, mereka mengklaim memiliki informasi mengenai keberadaan Jurist Tan.
“Kami telah melakukan penelusuran dan diperoleh informasi dia telah tinggal di negara Australia dalam kurun waktu sekitar dua bulan terakhir,” ungkap Boyamin.
Baca Juga: Dalang di Balik Korupsi Chromebook Terungkap! Ini Peran 4 Tersangka Termasuk Eks Stafsus Nadiem
Secara lebih spesifik, Boyamin menyebut jejak Jurist Tan terekam di dua lokasi berbeda.
"Jurist Tan diduga pernah terlihat di kota Sydney, Australia, dan terdapat jejak di sekitar kota pedalaman Alice Springs,” tambahnya.

Atas temuan ini, MAKI mendesak Kejagung untuk segera berkoordinasi dengan Kepolisian RI guna mengajukan Red Notice ke markas pusat Interpol di Lyon, Prancis.
Dengan status tersebut, kepolisian di negara mana pun, termasuk Australia, memiliki kewajiban untuk menangkap dan memulangkan Jurist Tan ke Indonesia.
“Kami segera akan memasukkan data dan informasi keberadaan Jurist Tan kepada Penyidik Kejagung guna membantu proses pengejaran,” tegas Boyamin.
Konstruksi Perkara oleh Kejaksaan Agung
Sebelumnya, Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengumumkan penetapan empat tersangka pada Selasa (15/7/2025) malam.
"Berdasarkan alat bukti yang cukup, maka penyidik menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Qohar di Gedung Kejagung, Jakarta.
Selain Jurist Tan, tiga tersangka lainnya, yakni Sri Wahyuningsih (SW), Direktur Sekolah Dasar (SD) Kemendikbudristek; Mulatsyah (MUL), Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kemendikbudristek; Ibrahim Arief (IBAM), Konsultan Teknologi Kemendikbudristek.
Tersangka SW dan MUL langsung ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Sementara itu, Ibrahim Arief dikenakan status tahanan kota karena alasan kesehatan.
"[IBAM] mengalami gangguan jantung kronis, sehingga berdasarkan pendapat penyidik yang bersangkutan menjalani penahanan kota," jelas Qohar.
Para tersangka dijerat pasal berlapis, termasuk Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP tentang perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang, dan turut serta dalam melakukan tindak pidana.
Akar Masalah: Proyek Laptop Chromebook
Dugaan korupsi ini berpusat pada pengadaan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), salah satunya laptop berbasis Chromebook, untuk jenjang SD, SMP, dan SMA dengan nilai proyek fantastis mencapai Rp9,9 triliun.
Proyek ini sempat menjadi polemik karena dinilai tidak efektif. Laptop Chromebook dianggap hanya optimal jika terhubung dengan jaringan internet, sementara pemerataan akses internet di Indonesia masih menjadi masalah besar.
Meskipun pengadaan ini sempat diuji coba pada era Mendikbud sebelumnya, Muhadjir Effendy, dan dinilai kurang efektif, Kemendikbudristek di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim tetap melanjutkannya.
Alasan yang dikemukakan saat itu adalah laptop Chromebook lebih aman dan harganya 10-30% lebih murah.
Namun, Kejagung mencium adanya dugaan pemufakatan jahat dalam proses pengadaan tersebut, yang kini berujung pada penetapan empat tersangka.