Suara.com - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi alias Kang Dedi Mulyadi (KDM) mengungkapkan bahwa risiko yang akan dijalani oleh setiap pemimpin adalah tuntutan dari rakyat.
Dedi Mulyadi mengatakan pemimpin yang dipilih secara demokratis, tentu rakyatnya akan menuntut pada pemerintah untuk serba gratis.
“Saat saya menyampaikan curhatan saya tentang pengelolaan keuangan di acara Komisi pemberantasan Korupsi Deputi Bidang Pencegahan di Jakarta, saya menyampaikan bahwa disaat negara dipilih pemimpinnya secara demokratis, secara langsung, maka rakyatnya menuntut pada pemerintah untuk serba gratis,” urai Dedi, dikutip dari tiktoknya @dedimulyadiofficial, Selasa (15/7/25).
“Rumah sakit gratis, sekolah gratis, puskesmas gratis, sedangkan negara mengeluarkan biaya untuk membiayai rumah sakit, membiayai Pendidikan gratis, itu mengeluarkan uang cukup besar,” sambungnya.
Namun setelah semuanya terlaksana, mulai dari kesehatan hingga pendidikan gratis, menurut Dedi justru sikap masyarakat berbanding terbalik.
“Tapi pengeluaran negara yang cukup besar ini tidak berbanding terbalik dengan sikap dan perilaku orangtua,” ungkapnya.
Dedi menyebut jika pemerintah yang sudah memberi fasilitas gratis untuk kesehatan dan Pendidikan ini justru dibalas dengan sikap masyarakat yang masih memanjakan anak-anaknya.
Dedi Mulyadi lantas memperumpamakan dengan kasus pendidikan gratis. Sekolah yang sudah digratiskan tanpa memungut biaya apapun, namun orangtua justru memberi uang jajan yang banyak untuk anaknya.
“Satu sisi sekolahnya gratis, tapi jajan anaknya itu masih Rp 30 ribu, masih Rp 20 ribu, masih Rp 40 ribu, apa artinya? Biaya Pendidikan yang digratiskan, ternyata tidak berbanding terbalik dengan pengeluaran orangtua untuk anaknya yang masih sangat mahal,” ujar Dedi Mulyadi.
Baca Juga: Ketua RT Gen Z di Jakut Diapresiasi Dedi Mulyadi, Netizen: Gubernur DKI ke Mana?
Dedi menegaskan bahwa jika Pemerintah sudah menggratiskan kesehatan hingga Pendidikan, maka anak-anak harus dididik untuk efisien.
“Arah saya adalah, kalau pemerintah sudah menggratiskan Pendidikan, maka anak-anak pun dididik efisien,” ungkap Dedi.
“Uang jajannya diarahkan untuk biaya investasi masa depannya,” tambahnya.
Dedi mengatakan bahwa dana yang dialokasikan untuk uang jajan tersebut bisa diarahkan untuk biaya investasi di masa depannya.
Selain itu, Dedi juga menyebut kebutuhan orangtua yang biasa dialokasikan untuk biaya Kesehatan bisa disimpan untuk kepentingan masa depan, pasalnya layanan puskesmas dan rumah sakit sudah digratiskan.
“Kebutuhan orangtua misalnya ketika belanja kesehatannya gratis, layanan rumah sakit gratis, layanan puskesmas gratis, maka uang dalam keseharian orang tua pun disimpan untuk kepentingan masa depan,” ujarnya.
Dedi menegaskan bahwa pola hidup masyarakat kini harus diganti, dari yang awalnya boros harus menjadi efisien dan gemar menabung.
“Jadi harus diganti juga, rakyatnya diganti pola-pola hidup yang boros menjadi pola hidup rakyat yang efisien, rakyat yang gemar menabung, rakyat yang mengarahkan anak-anaknya untuk efisien dalam mengelola keuangannya,” urainya.
Dedi sontak mencontohkan apabila sang anak meminta dibelikan sesuatu hal yang belum dibutuhkan maka orangtua sebaiknya tidak menurutinya.
Menurut Dedi, perilaku yang buruk dengan sering meminta hal yang tidak penting akan mempengaruhi masa depan anak-anak.
“Kalau anaknya belum waktunya beli motor jangan beli motor, kalau anaknya belum waktunya pakai handphone jangan dibelikan handphone, belum waktunya beli perlengkapan yang tidak penting jangan dibelikan. Karena perilaku buruk ini juga akan mempengaruhi masa depan anak-anak dan keluarganya,” ujarnya.
Dedi menegaskan jika masing-masing bisa saling bekerja sama, negara efisien dan rakyatnya juga efisien, maka akan melahirkan negara yang hebat.
“Negara efisien, rakyatnya efisien, itu pasti akan melahirkan negara yang hebat,” ungkapnya.
Kontributor : Kanita