Suara.com - Keindahan puncak Gunung Rinjani yang memesona seketika berubah menjadi medan perjuangan hidup dan mati.
Seorang wisatawan asal Swiss, Benedikt Emmenegger (46), yang baru saja merasakan euforia menaklukkan atap Lombok, harus berhadapan dengan takdir nahas saat perjalanan turun menuju Danau Segara Anak pada Rabu (16/7/2025) pagi.
Insiden ini bukan sekadar kecelakaan biasa. Ini adalah drama penyelamatan di salah satu gunung paling menantang di Indonesia, yang melibatkan operasi besar-besaran dan keputusan kritis di tengah kondisi darurat.
Berikut adalah lima fakta kunci yang melukiskan betapa mengerikannya insiden ini dikutip dari pemberitaan kantor berita ANTARA:
1. Jatuh di Jalur Biasa, Bukan Jurang, dengan Cedera Fatal
Petaka terjadi di lokasi yang tak terduga. Benedikt tidak jatuh ke dalam tebing atau jurang yang dalam.
"Jadi, jatuhnya bukan di tebing tetapi di jalur jalan menuju danau. Sepertinya dia terpeleset di jalur itu," ungkap Ketua Tim Evakuasi BTNGR, Gede Mustika.
Fakta ini justru lebih mengerikan, menunjukkan betapa berbahayanya medan Rinjani bahkan di jalur yang dianggap normal.
Satu langkah yang salah berakibat fatal: korban dilaporkan mengalami patah tulang dan pendarahan di kepala, membuatnya tak berdaya di tengah gunung.
Baca Juga: Viral Turis Asing Sendirian Pakai Kursi Roda ke Puncak Waringin Labuan Bajo, Endingnya Bikin Haru!
2. Momen Kritis: Terjatuh Setelah Menaklukkan Puncak
Ironisnya, kecelakaan terjadi tepat setelah korban mencapai puncak kebahagiaannya. Benedikt bersama rombongan berhasil mencapai puncak Rinjani (summit attack).
Insiden terjadi saat mereka dalam perjalanan turun dari Pelawangan Sembalun menuju Danau Segara Anak. Momen yang seharusnya diisi dengan kepuasan dan kelegaan, dalam sekejap berubah menjadi kepanikan dan perjuangan untuk bertahan hidup.
3. Operasi Penyelamatan Masif Lintas Lembaga Dikerahkan
Begitu laporan diterima sekitar pukul 11:30 WITA, alarm darurat seolah berbunyi di seluruh Lombok. Ini bukan lagi sekadar tugas tim kecil.
Operasi penyelamatan masif langsung digerakkan, melibatkan sinergi dari berbagai unsur: Kantor SAR Mataram, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), TNI, Polri, BPBD, Unit SAR Lombok Timur, para relawan, guide, hingga porter. Semua elemen bersatu, berpacu dengan waktu untuk mencapai lokasi korban yang terisolasi.
4. Evakuasi Dramatis Lewat Udara, Balapan dengan Waktu
Menyadari parahnya cedera korban dan sulitnya medan untuk evakuasi darat, keputusan krusial pun diambil. Sebuah helikopter dari Bali Air dikerahkan untuk melakukan evakuasi medis udara (EMU).
Pada pukul 16.44 WITA, helikopter berhasil mendarat di dekat lokasi korban—sebuah manuver berisiko tinggi di lereng gunung.
Benedikt yang dalam kondisi kritis akhirnya bisa diangkat dari gunung, sebuah pemandangan dramatis yang menjadi puncak dari operasi penyelamatan ini.
5. Langsung Diterbangkan ke Bali, Bukan Lombok
Tingkat keparahan cedera Benedikt terlihat dari tujuan akhir evakuasinya. Ia tidak dilarikan ke rumah sakit terdekat di Lombok.
Helikopter yang didampingi putra korban dan seorang dokter asal Spanyol itu langsung terbang menyeberangi selat, menuju Rumah Sakit BIMC Kuta di Bali untuk mendapatkan penanganan medis yang lebih intensif.
Keputusan ini menunjukkan bahwa setiap detik sangat berharga dan korban membutuhkan fasilitas medis level tinggi sesegera mungkin. Ini adalah bukti akhir betapa seriusnya insiden yang berawal dari sebuah " terpeleset" di jalur pendakian Rinjani.