MK punya waktu 90 hari untuk mengadili dan memutuskan apakah wapres terbukti melakukan pelanggaran berat seperti "pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela".
Jika MK menyatakan tidak ada pelanggaran, proses ini berhenti seketika.
Sidang Istimewa MPR: Apabila MK memutuskan sebaliknya, barulah usulan pemberhentian diajukan ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Untuk mengambil keputusan final, sidang paripurna MPR harus dihadiri oleh minimal 3/4 dari total anggota MPR (gabungan DPR dan DPD) dan usulan pemberhentian harus disetujui oleh sedikitnya 2/3 dari anggota yang hadir.
Bagaimana Respons Senayan Sejauh Ini? Mandek di Meja Pimpinan
Sampai mana tuntutan pemakzulan ini bergulir? Jawabannya belum jauh.
Pimpinan DPR dan MPR memberikan respons yang sangat normatif dan terkesan hati-hati.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra sekaligus Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, mengaku belum membaca surat usulan tersebut secara mendalam.
"Ya belum baca, bagaimana menanggapi," ujarnya singkat beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Pemakzulan Gibran di Persimpangan, Surat Mengendap, DPR Bungkam, Purnawirawan Siapkan 'Opsi Paksa'
Hal senada diungkapkan Ketua DPR Puan Maharani yang menyatakan pihaknya masih akan mempelajari surat tersebut dan memastikan semua proses berjalan sesuai mekanisme dan tata tertib yang ada.
Di sisi lain, pimpinan MPR, seperti Hidayat Nur Wahid (HNW), menegaskan bahwa prosesnya masih sangat panjang.
"Karena kalau apa pun keputusannya kan DPR dulu, setelah itu baru ke MK, MK balik ke DPR, DPR baru ke MPR. Jadi, masih panjang itu ya," tegas HNW.
Sikap para pimpinan parlemen ini menunjukkan bahwa belum ada kemauan politik (political will) yang kuat untuk membawa isu ini ke level selanjutnya.
Wacana pemakzulan Gibran saat ini masih sebatas surat masukan yang terparkir di meja pimpinan.
Realitas Politik: Koalisi Gemuk Pemerintahan