Suara.com - Angka tidak pernah bohong. Dalam kontestasi politik internal Partai Solidaritas Indonesia (PSI), angka menunjukkan satu hal yang tegas di dominasi mutlak Kaesang Pangarep.
Anak bungsu Presiden Joko Widodo itu mengamankan kembali kursi Ketua Umum PSI periode 2025-2030 dengan perolehan suara fantastis 65,28 persen, sebuah mandat yang jauh lebih kuat dibandingkan saat penunjukan pertamanya pada 2023.
Pemilu Raya (Pemira) yang berlangsung secara digital pada 12-18 Juli 2025 menjadi panggung pembuktian bagi Kaesang. Dari total 157.579 kader yang berpartisipasi, mayoritas absolut memberikan suaranya untuk sang petahana.
"Kita sudah menyaksikan hasil akhir pemilihan raya PSI, selamat kepada pemenang Mas Kaesang Pangarep," kata Plt Ketua Umum PSI Andy Budiman dalam kongres, yang menjadi penanda legitimasi hasil pemungutan suara tersebut.
Namun, apa sebenarnya arti di balik angka-angka ini?
Membedah Peta Kekuatan Suara
Kemenangan Kaesang menjadi lebih signifikan jika kita membedah sebaran suara para pesaingnya. Rival terdekatnya, Ronald Aristone Sinaga atau yang akrab disapa Bro Ron, berhasil mengumpulkan 22,23% suara. Sementara kandidat lainnya, Agus Mulyono Herlambang, mendapat 12,49% suara.
Jika digabungkan, suara untuk Bro Ron dan Agus mencapai 34,72%. Angka ini menunjukkan beberapa hal:
- Konsolidasi Berhasil Kaesang, dalam waktu kurang dari dua tahun memimpin, terbukti mampu mengonsolidasikan kekuatan dan meraih kepercayaan dari dua per tiga basis suara partai.
- Eksistensi Oposisi Internal Angka 22,23% untuk Bro Ron bukanlah angka yang bisa diabaikan.
- Ini menandakan adanya blok suara kritis atau faksi lain di dalam tubuh PSI yang mungkin menginginkan arah berbeda.
- Ini akan menjadi tantangan pertama bagi Kaesang pasca-kemenangan harus merangkul atau mengelola kekuatan sepertiga partai yang tidak memilihnya.
- Mandat yang Kuat Dengan keunggulan lebih dari 40% dari pesaing terdekat, Kaesang kini memiliki modal politik dan tawar yang sangat kuat untuk menentukan arah kebijakan partai, menyusun kepengurusan, dan menetapkan strategi menuju Pemilu 2029 tanpa banyak intervensi.
Dari Suara Kader ke Suara Rakyat, Beban Pembuktian
Baca Juga: Kaesang Menang Telak! Legitimasi Kuat di PSI, Sekaligus Ujian Berat Melawan Stigma Dinasti Politik
Kemenangan telak di level internal ini adalah satu hal, menerjemahkannya menjadi suara elektoral di level nasional adalah hal lain.
Raihan 65,28% suara kader ini secara tidak langsung menjadi beban pembuktian di pundak Kaesang. Para kader telah memberikan kepercayaan penuh, kini mereka menagih hasil nyata: meloloskan PSI ke Senayan.
Kegagalan PSI menembus ambang batas parlemen 4% pada Pemilu 2024 terjadi saat Kaesang sudah menjabat sebagai ketua umum. Meskipun saat itu waktunya mepet, pada Pemilu 2029 mendatang, tidak ada lagi alasan.
Ia punya waktu lima tahun penuh, didukung mandat mutlak dari internal, untuk membuktikan bahwa popularitas dan strateginya mampu menggaet suara rakyat, bukan hanya suara kader.
Perolehan suara yang dominan ini telah membungkam kritik soal legitimasinya yang dulu didapat lewat "jalur cepat".
Namun, di saat yang sama, angka ini membuka babak baru pengawasan publik dan ekspektasi kader yang jauh lebih tinggi. Mampukah Kaesang mengonversi dukungan 65% kader PSI menjadi jutaan suara pemilih Indonesia pada 2029 nanti? Waktu yang akan menjawab.