Suara.com - Komisi III DPR RI mengundang Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sebagai salah satu pihak dari masyarakat sipil yang menolak dan meminta dihentikannya pembahasan Revisi Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP pada Senin, 21 Juli 2025 besok.
“Komisi III DPR RI akan mengundang kembali YLBHI sebagai elemen masyarakat yang meminta penghentian pembahasan RUU KUHAP dan Organisasi Advokat yang mengusulkan terus dibahasnya RUU KUHAP. RDPU juga akan terus dilanjutkan di masa sidang mendatang,” kata Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman dalam keterangannya, Minggu (20/7/2025).
Habiburokhman mengatakan, pihaknya juga mempersilakan jika ada pihak lain untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Komisi III agar aspirasi mereka bisa diakomodir.
“Daripada hanya melakukan aksi demo akan lebih baik jika mereka masuk agar aspirasi mereka lebih mudah diserap oleh seluruh fraksi,” ujarnya.
Politisi Partai Gerindra ini menuturkan, Komisi III merupakan wakil rakyat yang harus bisa mengayomi semua elemen masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi.
“Aspirasi mereka harus didengar, dipertimbangkan dan sebisa mungkin diakomodir,” tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman merespons tajam kritik yang dialamatkan pada proses pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).
Dia menolak anggapan bahwa proses tersebut berjalan sembunyi-sembunyi dan mengklaim DPR sebagai salah satu lembaga negara paling transparan.
"Saya pikir bukan bermaksud menyombongkan diri. DPR saat ini adalah salah satu institusi yang paling transparan," kata Habiburokhman dalam konferensi persnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/7).
Baca Juga: Bosan Didemo, DPR Panggil YLBHI dan Pengacara ke Senayan, Mau Adu Argumen RUU KUHAP?
Sebagai bukti, Habiburokhman menyebut bahwa seluruh rapat di DPR, termasuk pembahasan RKUHAP, selalu disiarkan secara langsung (live streaming), jadi tidak ada yang bisa disembunyikan.
"Jangankan hasil rapat, kami bisik-bisik saja bisa kedengeran pak. Waktu kemarin kami live pak, apa kami bisik-bisik kanan kiri dengan teman-teman aja terdengar, jadi nggak ada yang sama sekali disembunyikan," imbuhnya.
Habiburokhman, sebelumnya juga menanggapi penolakan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk yang disuarakan oleh Ketua YLBHI Muhamad Isnur. Kritik tersebut menyoroti minimnya pelibatan ahli dan DPR hanya menggelar partisipasi semu.
Habiburokhman menegaskan bahwa draf yang ada saat ini justru merupakan hasil serapan aspirasi publik dan pengalamannya sebagai advokat.
Suara YLBHI
Ketua YLBHI Muhamad Isnur mengatakan ada upaya manipulasi partisipasi publik dalam proses menyusunan RUU KUHAP.
Menurut dia, penyusunan RUU KUHAP seolah-olah dilakukan dengan adanya partisipasi masyarakat, tetapi sebenarnya tidak ada.
Awalnya, Isnur mengaku sempat dihubungi Badan Keahlian DPR pada pertengahan Januari 2025 untuk memberikan masukan pada penyusunan naskah akademik RUU.
“Kami hadir memberikan masukan. Tanpa ada kabar, tanpa ada kemudian sesuatu hal, tiba tiba di awal Februari muncul draf. Sudah selesai naskah akademiknya, sudah selesai drafnya yang dibawa ke sidang Komisi III,” kata Isnur di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (8/7).
Dia lantas mempertanyakan apakah pertemuan pada Januari lalu hanya rekayasa agar terlihat adanya partisipasi publik, karena draf akademik RUU KUHAP langsung rampung pada awal Februari.
“Pertanyaannya, pembahasan 19 Januari itu apa? Apakah itu pura-pura? Apakah itu rekayasa? Apakah itu upaya manipulasi untuk seolah-olah ada pertemuan untuk memberikan masukan? Itu yang kita protes sejak awal bulan Februari di mana masyarakat sipil datang ke Komisi III dan mempertanyakan proses ini,” ujar Isnur.
Terlebih, lanjut dia, naskah akademik RUU KUHAP yang dihasilkan tidak sesuai dengan masukan dari masyarakat sipil dan kajian-kajian dari para ahli. Hal itu membuatnya mempertanyakan asal naskah akademik RUU KUHAP.
“Ada klaim bahwa DPR sudah banyak mengundang 50 lebih pihak-pihak. Pertanyaannya, dijadikan standar enggak? Dikutip enggak? Jadi rujukan enggak untuk draf mereka?” tutur Isnur.