Harus Izin Jaksa Agung Dulu, Aturan Main Pemeriksaan oleh KPK Dipertanyakan Pegiat Antikorupsi

Selasa, 22 Juli 2025 | 23:50 WIB
Harus Izin Jaksa Agung Dulu, Aturan Main Pemeriksaan oleh KPK Dipertanyakan Pegiat Antikorupsi
Ilustrasi penegakan keadilan. (Pexels)

Suara.com - Sikap defensif Kejaksaan Agung dalam merespons pemanggilan seorang kepala kejaksaan negeri oleh KPK kini menjadi bumerang.

Alih-alih mendukung proses hukum, institusi Adhyaksa justru memasang 'benteng birokrasi' dengan menyatakan KPK harus meminta izin Jaksa Agung terlebih dahulu.

Langkah ini memicu kritik keras dan mempertanyakan komitmen Kejaksaan dalam perang bersama melawan korupsi, sekaligus menyiratkan adanya perlakuan istimewa bagi aparatnya.

Sebab, sikap ini dinilai kontraproduktif dengan semangat pemberantasan korupsi dan berpotensi merusak sinergi antar lembaga penegak hukum.

Kritik salah satunya datang dari Direktur Eksekutif De Jure, Bhatara Ibnu Reza.

Ia menegaskan bahwa Kejaksaan semestinya membuka diri dan mendukung penuh setiap upaya penegakan hukum, termasuk yang dilakukan oleh KPK terhadap anggotanya yang diduga terlibat dalam kasus korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara.

"Sudah seharusnya jaksa juga mendukung segala upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, sehingga kasus penolakan Kejati Mandailing Natal yang tidak menghadiri panggilan KPK tidak perlu dibela oleh Kejaksaan," ucap Bhatara dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Polemik ini bermula saat Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, merespons mangkirnya Kajari Mandailing Natal dari panggilan KPK.

Ketut menyatakan bahwa terdapat prosedur yang harus ditaati, yakni KPK harus mengirim surat permintaan resmi kepada Jaksa Agung jika hendak memeriksa seorang jaksa aktif.

Baca Juga: Terjaring OTT KPK, Kepala Dinas PUPR Sumut Punya Harta Hampir Rp 5 Miliar

Pernyataan inilah yang dianggap sebagai dalih untuk menghalangi proses hukum.

Menurut Bhatara, peran kejaksaan sebagai penyeimbang perkara dalam sistem hukum tidak boleh diartikan sebagai upaya melindungi atau memberikan imunitas kepada aparatnya.

"Kejaksaan diingatkan untuk tetap memainkan peran penting sebagai penyeimbang perkara dalam penegakan hukum dan berbagi peran dengan penegak hukum lain untuk memastikan keadilan dijunjung tinggi," katanya.

Ia menekankan bahwa sebagai sesama penegak hukum, seharusnya tidak ada ego sektoral yang menghambat pengungkapan sebuah kasus, apalagi kasus korupsi yang menjadi musuh bersama.

Sikap kooperatif dari semua pihak, termasuk Kejaksaan, adalah kunci utama untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi peradilan di Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI