5 Fakta Janggal Kematian Arya Daru yang Patahkan Skenario Bunuh Diri

Tasmalinda Suara.Com
Rabu, 30 Juli 2025 | 21:10 WIB
5 Fakta Janggal Kematian Arya Daru yang Patahkan Skenario Bunuh Diri
Kaka ipar Diplomat Kemlu Arya Daru, Meta Bagus ditemui di rumah keluarga, Banguntapan, Bantul. (dok.Istimewa)

Suara.com - Kesimpulan polisi bahwa Diplomat Kemenlu, Arya Daru, meninggal karena bunuh diri dimentahkan mentah-mentah oleh keluarga.

Mereka meyakini ada kejanggalan besar di balik narasi resmi, didasari oleh fakta-fakta kuat tentang semangat hidup dan rencana masa depan almarhum.

Saat sebuah narasi resmi terasa tak sejalan dengan kenangan orang-orang terdekat, keraguan pun lahir.

Inilah yang terjadi dalam misteri kematian Arya Daru Pangayunan.

Pihak keluarga, yang paling mengenal sosoknya, maju ke depan dengan sederet alasan kuat mengapa mereka "sangat yakin almarhum tidak seperti itu."

Berikut adalah 5 fakta kunci dari keluarga yang mematahkan skenario bunuh diri.

1. Antusiasme Tinggi Pindah Tugas ke Helsinki

Bagi keluarga, ini adalah kejanggalan terbesar. Jauh dari kata putus asa, Arya Daru justru sedang berada di puncak semangatnya.

Ia tengah mempersiapkan penugasan barunya di Helsinki, Finlandia, untuk empat tahun ke depan.

Baca Juga: Kematian Arya Daru Janggal? Komnas HAM Beberkan Temuan, Minta Polisi Tetap Buka Penyelidikan

Antusiasme ini, menurut keluarga, adalah cerminan dari seseorang yang menatap masa depan, bukan seseorang yang ingin mengakhirinya.

2. Sibuk Mengurus Sekolah Anak di Luar Negeri

Tindakan seorang ayah adalah cerminan rencananya. Keluarga mengungkapkan bahwa almarhum sedang aktif mengurus segala keperluan sekolah untuk kedua anaknya di Helsinki.

Ini adalah bukti konkret dari sebuah perencanaan jangka panjang.

"Bagaimana mungkin orang yang sedang menyiapkan masa depan anak-anaknya tiba-tiba mengambil jalan pintas?" menjadi pertanyaan logis yang dilontarkan pihak keluarga.

3. Bantahan Atas Temuan Email ke Yayasan Mental Health

Pihak kepolisian menjadikan temuan email almarhum ke sebuah yayasan kesehatan mental sebagai salah satu indikasi.

Namun, keluarga memandangnya sebagai hal yang wajar di zaman sekarang. "Siapapun kita, konsultasi mengenai berbagai macam hal... itu kan merupakan hal pribadi," ujar Meta Bagus, kakak ipar almarhum.

Bagi mereka, mencari bantuan profesional bukanlah tiket menuju vonis bunuh diri, melainkan tanda kesadaran untuk menjadi lebih baik.

4. Beban Kerja Dianggap Dinamika yang Normal

Dugaan stres akibat tekanan pekerjaan juga dibantah. Keluarga menegaskan bahwa sebagai seorang diplomat, beban kerja adalah hal yang biasa dihadapi.

"Namanya orang bekerja itu 'kan pasti ada beban," kata Meta Bagus

. Ia menambahkan bahwa almarhum selalu memiliki komunikasi yang baik dengan istrinya, sehingga jika ada masalah berat, pasti akan diceritakan.

5. Obat-obatan di TKP Adalah Obat Umum

Temuan obat-obatan di lokasi kejadian juga dinilai tidak signifikan. Keluarga mengklarifikasi bahwa itu adalah obat-obatan umum yang biasa dikonsumsi banyak orang.

"Kadang kita pusing ya minum paracetamol, kadang kalau pas lagi sembelit ya obat sembelit," jelasnya. Keluarga merasa temuan ini terlalu dibesar-besarkan dan tidak relevan untuk dijadikan bukti niat bunuh diri.

Dengan semua bantahan kuat ini, keluarga telah menunjuk kuasa hukum untuk memperjuangkan kebenaran.

Perjuangan mereka adalah representasi dari suara publik yang belum bisa menerima kesimpulan yang ada.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI