Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, akhirnya 'turun gunung' untuk mengakhiri polemik. Ia pasang badan membela keputusan Presiden Prabowo Subianto, menegaskan bahwa pemberian amnesti untuk Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk Tom Lembong sudah sah dan sesuai konstitusi.
Yusril mengatakan bahwa seluruh proses telah dijalankan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, terutama Pasal 14 UUD 1945.
"Saya menegaskan pemberian amnesti dan abolisi kepada Hasto Kristiyanto dan kepada Tom Lembong sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan UUD 1945 dan UU Darurat 11 1954 tentang amnesti dan abolisi," kata Yusril dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (1/8/2025).
Ia membeberkan bahwa Presiden Prabowo telah mengikuti prosedur dengan benar, yakni meminta pertimbangan terlebih dahulu dari DPR RI.
"Presiden telah meminta pertimbangan dari DPR lewat surat yang dikirimkan. Juga telah mengutus dua menteri, yaitu Menteri Hukum dan Mensesneg dalam rangka berkonsultasi dan meminta pendapat DPR," ujarnya.
Yusril juga meluruskan simpang siur mengenai dampak hukum dari keputusan ini. Menurutnya, baik amnesti maupun abolisi secara otomatis menghentikan seluruh proses hukum yang sedang berjalan.
"Dengan segala proses hukum yang dilakukan pada Pak Hasto itu otomatis dihapuskan. Jadi beliau tak perlu banding atas putusan yang telah diberikan pada tingkat pertama," tegasnya.
Hal yang sama berlaku untuk Tom Lembong, yang kasusnya juga dianggap hangus.
"Bagi Tom Lembong, dengan pemberian abolisi maka segala proses penuntutan terhadap beliau dihapuskan, jadi dianggap tidak ada penuntutan terhadap beliau," sambungnya.
Baca Juga: Beda Nasib Hasto dan Tom Lembong di Tangan Prabowo? Pakar Ungkap Perbedaan Amnesti dan Abolisi
Sebagai informasi, keputusan ini mengakhiri dua kasus besar yang menyita perhatian publik. Hasto Kristiyanto sebelumnya divonis 3 tahun 6 bulan penjara dalam perkara suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR.
Sementara itu, Tom Lembong divonis lebih berat, yakni 4 tahun 6 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi impor gula saat ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan.
Dengan turunnya amnesti dan abolisi dari Presiden Prabowo yang telah disetujui DPR, kedua vonis tersebut kini tidak lagi memiliki kekuatan hukum.