Mengapa Pengibaran Bendera One Piece Jelang 17 Agustus Bisa Dituduh Makar?

Eko Faizin Suara.Com
Senin, 04 Agustus 2025 | 10:57 WIB
Mengapa Pengibaran Bendera One Piece Jelang 17 Agustus Bisa Dituduh Makar?
Mengapa Pengibaran Bendera One Piece Jelang 17 Agustus Bisa Dituduh Makar? [Ist]

Suara.com - Fenomena pengibaran bendera Jolly Roger dari anime populer One Piece memicu perdebatan panas di kalangan masyarakat.

Di satu sisi dianggap sebagai ekspresi kreatif penggemar, di sisi lain dicap sebagai simbol perlawanan yang berpotensi makar.

Mengapa bendera dari dunia fiksi ini bisa berujung pada tuduhan serius?

Aksi yang bagi para Nakama (sebutan untuk penggemar One Piece) adalah bentuk euforia dan solidaritas, ternyata memantik reaksi keras dari berbagai pihak.

Pengibaran bendera One Piece mendapat respons anggota dewan dan pejabat pemerintah. Tuduhan yang dilayangkan pun tak main-main yakni makar.

Lantas, bagaimana bisa sebuah simbol dari budaya pop Jepang ini dianggap sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara?

Makar menurut hukum Indonesia

Untuk memahami akarnya, perlu melihat definisi "makar" dalam hukum Indonesia. Istilah ini sering kali multitafsir, namun intinya merujuk pada tindakan yang mengancam keamanan dan kedaulatan negara.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pasal-pasal tentang makar mencakup:

Baca Juga: Negara Turun Tangan, Kibarkan Bendera One Piece Saat 17-an Dianggap Makar?

Makar terhadap Presiden/Wapres (Pasal 104 KUHP): Niat untuk membunuh atau merampas kemerdekaan pimpinan negara.

Makar Separatis (Pasal 106 KUHP): Upaya untuk memisahkan sebagian wilayah negara dari NKRI.

Makar Menggulingkan Pemerintah (Pasal 107 KUHP): Niat untuk menggulingkan pemerintahan yang sah, biasanya dengan kekerasan.

Kunci dari delik makar adalah adanya niat (mens rea) dan permulaan pelaksanaan (actus reus) untuk menyerang atau menggulingkan tatanan negara yang sah.

Salah tafsir simbol: ketika fiksi dianggap subversi

Polemik muncul ketika bendera One Piece ditafsirkan bukan sebagai atribut fandom, melainkan sebagai simbol perlawanan terhadap negara. Beberapa pejabat publik menyuarakan keprihatinan ini.

"Oleh karena itu, bagian daripada makar mungkin malah itu. Nah, ini enggak boleh. Ini harus ditindak tegas," ujar anggota DPR RI, Firman Soebagyo belum lama ini.

Pandangan tersebut muncul karena beberapa alasan yaitu dalam anime One Piece, kelompok Bajak Laut Topi Jerami memang sering digambarkan sebagai pahlawan bagi rakyat kecil yang melawan Pemerintah Dunia yang korup dan tiran.

Narasi ini bisa saja diinterpretasikan sebagai analogi perlawanan terhadap pemerintah di dunia nyata. Pengibaran bendera lain di samping atau sejajar dengan Merah Putih, terutama saat momen sakral seperti HUT RI, dianggap dapat menurunkan kehormatan dan wibawa bendera negara.

Hal ini merujuk pada UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Selain itu, beberapa pihak khawatir fenomena ini adalah gerakan sistematis yang disusupi untuk menciptakan keresahan sosial dan memecah belah bangsa, terutama karena banyak generasi tua yang tidak memahami konteks budaya pop tersebut.

Perspektif ahli

Di sisi lain, banyak yang menganggap tuduhan makar ini berlebihan dan merupakan bentuk kegagalan memahami konteks.

Bagi penggemar, mengibarkan Jolly Roger adalah cara merayakan kebebasan dan persahabatan, nilai-nilai utama dalam One Piece. Ini adalah bentuk ekspresi kreatif, bukan tindakan politis.

Sementara beberapa pengamat menilai fenomena ini bisa dimaknai sebagai kritik sosial atau sinyal kekecewaan kolektif dari masyarakat terhadap kondisi saat ini, di mana mereka mencari saluran alternatif untuk bersuara.

Secara hukum, untuk membuktikan makar, jaksa harus menunjukkan adanya "niat jahat" untuk menggulingkan pemerintah.

Mengibarkan bendera anime, tanpa adanya ajakan atau tindakan kekerasan lain, sangat sulit untuk dimasukkan dalam kategori ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI