Bagi media-media internasional, pemerintah Indonesia terbilang aneh karena melarang warganya mengibarkan bendera dari anime serta komik populer.
"Kenapa pemerintah Indonesia berencana melarang orang mengibarkan bendera anime populer?" tulis SCMP dalam laporannya berjudul Indonesians fly anime pirate flag in Independence Day protest, dikutip Suara.com, Selasa (5/8/2025).
Sementara Malay Lail menuliskan, "Bendera bajak laut yang dikibarkan oleh Bajak Laut Topi Jerami dari anime One Piece viral di Indonesia. Itu semua berawal dari sopir truk yang marah."
SCMP memberikan sudut pandang yang lebih tajam, menggambarkannya sebagai bentuk pembangkangan.
"Ketika Indonesia bersiap merayakan HUT ke-80 kemerdekaannya, simbol perlawanan baru telah muncul. Bukan dari halaman sejarah, tapi dunia anime Jepang. Tahun ini, banyak orang Indonesia memilih mengibarkan bendera bajak laut Jolly Roger dari serial anime Jepang One Piece, sebagai aksi pembangkangan."
Suara Berbeda dari Istana dan Aktivis HAM
Di tengah panasnya tudingan "makar", suara berbeda datang dari lingkaran Istana.
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, memandang fenomena ini dari kacamata kreativitas dan kebebasan berekspresi.
"Sebagai sebuah ekspresi, kreativitas boleh," kata Prasetyo, Senin awal pekan ini.
Baca Juga: Mahasiswa UNM Makassar Demo, Kibarkan Bendera One Piece
Tapi, ia tetap memberikan catatan penting.
"Jangan kemudian ini dibawa ke sesuatu yang mengurangi kesakralan kita sebagai bangsa. Apalagi pada momen menjelang 17 Agustus," kata dia lagi.
Pembelaan lebih kuat datang dari Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid.

Ia menilai anggapan makar atau subversif terhadap pengibar bendera One Piece sangat berlebihan dan tidak berdasar. Baginya, ini adalah ekspresi sah yang dilindungi konstitusi.
"Para pejabat publik, apalagi wakil rakyat, seharusnya menilai pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kemerdekaan tiap warga untuk menyatakan pikiran dan pendapatnya," kata Hamid.
Seharusnya pula, kata dia, negara menjamin hak masyarakat, "bukan malah mencari-cari dalih untuk meredam ekspresi, dengan cara-cara inkonstitusional dan tidak mencerminkan penghormatan pada HAM."