Suara.com - Perayaan HUT Kemerdekaan di Lumajang, Jawa Timur, menyisakan duka mendalam setelah seorang guru muda meninggal dunia saat menonton karnaval sound horeg.
Insiden ini tak hanya menjadi tragedi bagi keluarga, tetapi juga memantik api perdebatan sengit di seluruh Indonesia mengenai hiburan ekstrem ini.
Dari kronologi yang mengejutkan hingga kemarahan warganet yang membandingkannya dengan knalpot brong, berikut adalah 4 fakta penting yang merangkum keseluruhan peristiwa tragis ini.
1. Kronologi Kematian Mendadak yang Tak Terduga
Korban, seorang guru berinisial AM (38), dikenal sebagai pribadi yang antusias dengan acara keramaian seperti karnaval.
Menurut kesaksian suaminya, Mujiarto, AM berangkat dari rumah dalam kondisi yang sepenuhnya sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit jantung atau penyakit serius lainnya.
Niatnya hanya satu, menikmati kemeriahan acara. Namun, di tengah dentuman musik dan getaran dahsyat dari barisan truk sound system, tragedi terjadi.
AM tiba-tiba pingsan dan dari mulutnya dilaporkan mengeluarkan busa. Meski warga sigap membawanya ke rumah sakit, nyawanya tak tertolong dan ia dinyatakan meninggal dunia setibanya di sana.
2. Sound Horeg Bukan Sekadar Musik Keras, Tapi Getaran Ekstrem
Baca Juga: Tragedi Karnaval Sound Horeg: Guru Muda Meninggal, Netizen Murka Bandingkan dengan Knalpot Brong
Bagi yang belum familiar, sound horeg adalah fenomena adu kencang sound system yang dipasang di atas truk.
Ini bukan sekadar musik keras, melainkan sebuah pertunjukan getaran frekuensi rendah (bass) yang mampu menggetarkan tanah, bangunan, bahkan rongga dada manusia dari jarak puluhan meter.
Banyak spekulasi medis menyebutkan bahwa getaran intens ini berpotensi membahayakan organ dalam, terutama jantung dan paru-paru, dengan memberikan tekanan atau guncangan abnormal.
Kematian AM, yang dilaporkan tidak memiliki riwayat sakit jantung, semakin memperkuat dugaan publik akan bahaya laten dari hiburan ekstrem ini.
3. Pengadilan Netizen, Lebih Bahaya dari Knalpot Brong
Tragedi ini langsung memicu ledakan amarah di media sosial. Warganet dengan cepat menyuarakan keprihatinan dan kemarahan mereka, menciptakan 'pengadilan' publik di dunia maya. Argumen yang paling menonjol adalah membandingkan sound horeg dengan knalpot brong.
"Knalpot motor aja dilarang apalagi yg jelas2 pake sound harusnya dilarang... Kasian para lansia dan anak2...," tulis akun @ri***im.
"Pemerintah masih tutup mata kah ?," cuit @di***wi.
"Saya orang lumajang min... ada yang bilang takdir, ada yang bilang udah tau sakit ngapain nonton, pdahal suaminya bilang istri gk punya riwayat sakit," ungkap @sa***nt.
4. Status Regulasi yang Menggantung: Antara Budaya dan Ancaman
Di satu sisi, sound horeg dianggap sebagai bagian dari kreativitas dan budaya populer di beberapa daerah. Kompetisi ini bisa menjadi ajang pameran bagi para perakit sound system dan hiburan bagi sebagian masyarakat.
Namun di sisi lain, tragedi di Lumajang menjadi bukti nyata bahwa hiburan ini membawa risiko yang tidak bisa dianggap remeh. Hingga kini, belum ada regulasi yang jelas dan tegas secara nasional yang mengatur standar keamanan untuk acara sejenis, seperti batas maksimal desibel, jarak aman penonton, atau pemeriksaan kesehatan bagi peserta dan penonton di area terdekat.