Suara.com - Satgas Pangan Polri melakukan rekonstruksi lapangan terkait produksi beras yang diduga tidak sesuai standar mutu di PT Padi Indonesia Maju, Kawasan Industri Terpadu Wilmar, Serang, Banten.
Hal ini guna memastikan proses produksi berjalan sesuai ketentuan dan memenuhi standar kualitas pangan nasional.
Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf mengatakan, jika proses produksi di PT Padi Indonesia Maju melibatkan mesin otomatis dengan kapasitas produksi mencapai sekitar 300 ton beras per hari.
Adapun mesin-mesin tersebut meliputi pengering gabah, pemecah kulit gabah, pemulus beras, pemisah warna, pemisah beras utuh dan pecah, serta mesin pengemas dengan timbangan otomatis.
“Proses produksi memakan waktu sekitar 20 jam dari bahan baku hingga pengemasan, dengan pengawasan ketat melalui ruang kendali dan laboratorium yang terintegrasi,” ujar Helfi, dalam keterangannya, Kamis (7/8/2025).
"Setiap dua jam seharusnya dilakukan uji sampling oleh Quality Control (QC) untuk memastikan kualitas produk," katanya menambahkan.
Helfi menilai, pengawasan tersebut belum berjalan optimal. Satgas menemukan bahwa uji sampling QC hanya dilakukan satu hingga dua kali, jauh dari frekuensi ideal yang diatur dalam SOP.
Akibatnya, produk akhir masih mengandung sisa menir, walaupun jumlahnya kecil, yang seharusnya dapat diminimalisir.
“Meski produksi menggunakan sistem otomatis, hasil 100 persen sempurna sulit dijamin,” ucapnya.
Baca Juga: Bos Bapanas Persilahkan Perusahaan Adu Uji Lab Beras Oplosan
“Temuan sisa menir ini menjadi catatan penting dan PR bagi manajemen untuk segera melakukan perbaikan agar produk akhir benar-benar bersih dan sesuai dengan label beras premium yang dipromosikan,” lanjut Helfi.
Selain itu, lanjut Helfi, pihaknya juga menyoroti soal berat kemasan beras yang secara sengaja ditambah 200 gram per karung 25 kg untuk menghindari penolakan oleh sistem otomatis di mesin pengemas.
Hal ini menandakan perlunya pengawasan lebih ketat agar konsumen mendapatkan produk dengan bobot yang tepat.
Dari temuan lapangan, kata Helfi, dari 22 orang petugas QC, hanya satu yang telah tersertifikasi. Kondisi ini menjadi tanggung jawab manajemen untuk segera melakukan pelatihan dan sertifikasi demi menjaga mutu produksi.
“Tiga orang terkait kasus ini saat ini tidak berada di lokasi dan tengah menjalani proses hukum. Namun operasional dan distribusi perusahaan tetap berjalan normal,” pungkas Helfi.