50:50, Bukan 92:8, KPK Soroti Penyimpangan Fatal Kuota Haji

Selasa, 12 Agustus 2025 | 16:37 WIB
50:50, Bukan 92:8, KPK Soroti Penyimpangan Fatal Kuota Haji
Ilustrasi korupsi kuota haji. [Ist]

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengarahkan sorotan penuh pada dua fokus utama dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji 2024: mengidentifikasi aktor intelektual di balik kebijakan kuota, dan memetakan aliran dana yang diduga merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun.

Meski status perkara sudah naik ke tahap penyidikan, KPK memastikan penetapan tersangka belum akan dilakukan dalam waktu dekat.

Hal itu disampaikan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 11 Agustus 2025.

“Nah di sini penyidik akan mendalami terkait dengan perintah-perintah penentuan kuota tersebut dan juga aliran uang tentunya,” kata Budi.

Budi menyebut, tim penyidik akan mengusut secara rinci kemungkinan adanya aliran dana dari agen-agen travel penyelenggara haji khusus ke pihak-pihak tertentu yang berada di lingkar kekuasaan.

“Kita akan lihat apakah ada aliran uang ke pihak-pihak tertentu, jika ada siapa saja pihak-pihak tertentu itu, nah semuanya akan ditelusuri oleh,” tegasnya.

Penyimpangan Besar dalam Kuota Tambahan

Akar perkara ini bermula dari dugaan penyalahgunaan kuota haji tambahan sebanyak 20.000 jemaah yang diberikan Arab Saudi untuk tahun 2024.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, pembagiannya seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

Baca Juga: Kasus Kolaka Timur, KPK Segel dan Geledah Ruangan di Kemenkes

Dengan demikian, 18.400 kuota tambahan seharusnya diberikan kepada jemaah reguler yang mengantre panjang, sementara 1.600 jatah sisanya dialokasikan untuk haji khusus. Namun, pola itu dilanggar.

“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua. 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ungkap Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, beberapa waktu lalu.

“Jadi kan berbeda dong, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Nah seperti itu, itu menyalahi aturan yang ada,” sambungnya.

Potensi Kerugian Mencapai Triliunan

Selain memotong hak jemaah reguler, skema pembagian kuota yang menyimpang ini juga memunculkan potensi kerugian negara yang besar.

“Dalam perkara ini, hitungan awal, dugaan kerugian negaranya lebih dari Rp 1 triliun,” ungkap Budi.

Ia menambahkan, estimasi tersebut merupakan hasil diskusi awal dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang selanjutnya akan melakukan audit investigatif.

“Tentu nanti BPK akan menghitung secara lebih detil lagi,” ujarnya.

Gus Yaqut Diperiksa Lima Jam

Bagian penting dari penyelidikan ini adalah pemeriksaan mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, yang berlangsung selama lima jam pada Kamis, 7 Agustus 2025.

Usai pemeriksaan, Yaqut menyampaikan rasa syukur karena dapat memberikan penjelasan langsung kepada penyidik.

“Alhamdulillah saya berterimakasih akhirnya saya mendapatkan kesempatan, mendapatkan kesempatan untuk mengklarifikasi segala hal, terutama yang terkait dengan pembagian kuota tambahan pada proses haji tahun 2024 yang lalu,” ucapnya.

Namun, ia enggan mengomentari materi pemeriksaan, termasuk dugaan adanya instruksi Presiden Joko Widodo terkait pembagian kuota.

“Terkait dengan materi saya tidak akan menyampaikan ya mohon maaf kawan-kawan wartawan,” tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI