'Api Pati' Bisa Jalar ke Daerah Lain! Pengamat Peringatkan Bahaya Kepemimpinan Otoriter

Kamis, 14 Agustus 2025 | 14:03 WIB
'Api Pati' Bisa Jalar ke Daerah Lain! Pengamat Peringatkan Bahaya Kepemimpinan Otoriter
Ribuan warga di depan pendopo Kabupaten Pati menuntut Bupati Pati Sudewo mengundurkan diri dari jabatannya, di Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025). [Antara/Akhmad Nazaruddin Lathif]

Suara.com - Kericuhan hebat yang terjadi Pati, Jawa Tengah, dinilai bukan lagi sekadar isu lokal. Pengamat politik menyebut insiden ini adalah alarm merah bagi seluruh kepala daerah di Indonesia yang masih mempraktikkan gaya kepemimpinan otoriter dan anti-kritik.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, bahkan memperingatkan bahwa 'api Pati' bisa menjalar ke daerah lain jika para pemimpin tidak segera berbenah.

Menurut Jamiluddin, apa yang terjadi pada Bupati Pati Sudewo adalah cerminan dari pemimpin yang mengabaikan aspirasi publik dan mengambil kebijakan secara sepihak.

"Memang kasus Pati bisa bergulir ke daerah lain, kalau daerah lain mengambil kebijakan layaknya seorang pemimpin yang otoriter. Itu tercermin pada Sudewo, Bupati Pati," kata Jamiluddin kepada Suara.com, Kamis (14/8/2025).

Ia menegaskan, selama para bupati atau gubernur masih bersikap arogan dan menutup ruang dialog, potensi perlawanan dari warga akan selalu ada.

"Masyarakat akan memberontak dan meminta pemimpinnya mundur," imbuhnya.

Puncak Kemarahan Warga

Sebagai informasi, kerusuhan di Pati dipicu oleh kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang fantastis, mencapai 250 persen. Kebijakan inilah yang menjadi puncak kemarahan warga hingga mereka turun ke jalan menuntut sang bupati mundur.

Meski kebijakan tersebut akhirnya dibatalkan, amarah publik sudah tak terbendung. Kini, DPRD Pati bahkan telah membentuk pansus pemakzulan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran di balik kebijakan kontroversial tersebut.

Baca Juga: Yang Dilakukan Mendagri Usai Demo Pati Bergejolak, Cecar Bupati Sudewo Soal Ini

Jamiluddin menyebut insiden ini sebagai pembelajaran yang sangat mahal bagi seluruh kepala daerah. Menurutnya, gaya kepemimpinan top-down alias main perintah dari atas sudah tidak relevan lagi di era reformasi.

Partisipasi publik, tegasnya, bukanlah sekadar formalitas, melainkan fondasi utama untuk membangun legitimasi dan kepercayaan.

"Ini jadi pembelajaran yang sangat baik bagi semua kepala daerah bahwa kepemimpinan otoriter memang sudah tidak layak digunakan, karena memang itu sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI