Mengintip Harta Rudy Tanoesoedibjo yang Dicekal KPK, Terlilit Utang Ratusan Miliar

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Selasa, 19 Agustus 2025 | 14:58 WIB
Mengintip Harta Rudy Tanoesoedibjo yang Dicekal KPK, Terlilit Utang Ratusan Miliar
Ilustrasi Mengintip harta kekayaan Komisaris PT Dos Ni Roha Logistik (PT DNR) Rudy Tanoesoedibjo. [Dok. Indosat]

Suara.com - Nama Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo, atau lebih dikenal sebagai Rudy Tanoesoedibjo, mendadak menjadi sorotan tajam setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi mencegahnya bepergian ke luar negeri.

Sebagai Komisaris Utama PT Dosni Roha Logistik (DNR Logistics) dan kakak kandung taipan media Hary Tanoesoedibjo, pencekalan ini membuka kotak pandora yang menghubungkan gurita bisnisnya dengan dugaan korupsi mega proyek penyaluran bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial.

Rudy Tanoe terseret dalam kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Program Keluarga Harapan (PKH) periode 2020-2021. Proyek ini diduga telah merugikan keuangan negara dalam jumlah fantastis.

“Penghitungan awal oleh penyidik, terkait dugaan kerugian keuangan negaranya mencapai kurang lebih Rp200 miliar,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Selasa (19/8/2025).

Di tengah pusaran kasus korupsi tersebut, menarik untuk menelisik lebih dalam kerajaan bisnis dan sumber kekayaan Rudy Tanoesoedibjo, yang ternyata menyimpan sisi kontradiktif antara ekspansi agresif dan tumpukan utang yang menggunung.

Gurita Bisnis dari Logistik hingga Farmasi

Rudy Tanoesoedibjo adalah nakhoda utama di balik PT Dosni Roha Indonesia (DNR), sebuah korporasi yang awalnya fokus pada distribusi farmasi dan alat medis. Di bawah kepemimpinannya, DNR Group bertransformasi menjadi pemain logistik terintegrasi.

Perusahaan ini memperluas sayapnya ke berbagai sektor modern, mulai dari teknologi informasi, jasa pengiriman barang, logistik pihak ketiga (third-party logistics), hingga pemenuhan kebutuhan e-commerce.

DNR Logistics, anak usaha yang kini menjadi pusat perhatian KPK, adalah salah satu pilar utama dalam ekosistem bisnisnya.

Baca Juga: Pembebasan Bersyarat Setya Novanto Tuai Kontroversi, KPK Angkat Bicara

Tidak puas bermain di sektor logistik dan farmasi, Rudy Tanoe melakukan manuver mengejutkan di pasar modal.

Melalui perusahaan ekspor-impor produk farmasi miliknya, PT Trinity Healthcare (THC), ia secara resmi mengambil alih kepemilikan saham PT Zebra Nusantara Tbk (ZBRA), sebuah perusahaan taksi yang berbasis di Jawa Timur.

Akuisisi ini menandai ambisinya untuk merambah berbagai lini bisnis, memanfaatkan THC yang portofolionya mencakup perdagangan umum, distribusi, online trading, hingga teknologi informasi.

Manuver di Pasar Saham dan Kantongi Rp91 Miliar

Sebagai pebisnis ulung, Rudy Tanoe juga aktif dalam transaksi saham. Pada pertengahan tahun 2024, ia tercatat melakukan divestasi atau pelepasan sebagian sahamnya di ZBRA.

Ia melego 242,10 juta lembar saham miliknya dalam serangkaian transaksi pada 9, 11, dan 12 Juli 2024. Dengan harga penjualan yang berada di kisaran Rp378 hingga Rp400 per lembar, kakak kandung Ketua Umum Partai Perindo itu berhasil mengantongi dana segar senilai Rp91,74 miliar.

Langkah ini menunjukkan kelihaiannya dalam mengelola portofolio investasi di tengah dinamika pasar modal.

Sisi Gelap Kerajaan Bisnis: Utang Rp834 Miliar dan Gugatan Pailit

Namun, di balik citra ekspansi dan keuntungan di pasar saham, kondisi keuangan perusahaan induk Rudy Tanoe ternyata menyimpan bara dalam sekam.

Pada akhir tahun 2024, PT DOS-NI-ROHA (DnR) harus menghadapi kenyataan pahit saat salah satu krediturnya, PT B. Braun Medical Indonesia, mendaftarkan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat.

Gugatan ini dipicu oleh kegagalan DnR membayar utang usaha yang jatuh tempo senilai Rp199,3 miliar.

“Kami sudah mendaftarkan PT DOS-NI-ROHA ke PKPU. Pengajuan ini dilakukan karena DnR belum bisa membayar kewajibannya,” tegas Leonardo Pardamean Sitorus, kuasa hukum PT B. Braun Medical Indonesia, pada Rabu (18/12/2024).

Angka utang tersebut hanyalah puncak gunung es. Laporan keuangan konsolidasi DnR per 30 September 2024 menunjukkan kondisi finansial yang lebih mengkhawatirkan.

Total utang bank perusahaan tercatat mencapai Rp834,3 miliar, dengan catatan kerugian perusahaan yang membengkak hingga Rp260,5 miliar.

Ironisnya, jumlah utang yang digugat dalam PKPU (Rp199,3 miliar) nyaris setara dengan taksiran kerugian negara dalam kasus korupsi bansos yang kini menjeratnya (Rp200 miliar).

Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai kesehatan finansial perusahaan yang dipercaya pemerintah untuk menyalurkan bantuan vital bagi masyarakat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI