Ada kekhawatiran terkait pengurangan porsi atau kualitas gizi akibat efisiensi anggaran.
Sebuah studi di Jember menemukan bahwa porsi yang disajikan seringkali tidak memenuhi standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan.
Tak jarang pula, siswa mengeluhkan rasa makanan yang kurang enak, menyebabkan makanan tersisa dan terbuang.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan tumpukan sampah organik dan efektivitas program dalam mencapai target gizi.
Respons Pemerintah: Dalam upaya mengatasi hal ini, DPRD Jakarta menyarankan agar Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dapat menyesuaikan cita rasa menu dengan selera lokal anak-anak.
Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi juga menyatakan bahwa menu akan disesuaikan setiap 20 hari sekali untuk menghindari kebosanan.
BGN berupaya memastikan kualitas, keamanan, dan keterjangkauan makanan dengan melibatkan ahli gizi dalam penentuan menu dan mendorong penggunaan sumber pangan lokal serta UMKM daerah.
Edukasi kepada sekolah dan siswa tentang kebersihan dan konsumsi makanan segera setelah diantar juga terus dilakukan.
Program Makan Bergizi Gratis adalah upaya besar untuk membangun fondasi kesehatan generasi muda.
Baca Juga: Belain? Pasha Ungu Sebut Anggota DPR Joget-Joget Gegara Terpukau Pidato Presiden Prabowo
Meskipun berbagai tantangan muncul, respons dan komitmen pemerintah untuk terus mengevaluasi dan memperbaiki program patut diapresiasi.
Keterlibatan aktif dari berbagai pihak—orang tua, guru, komunitas lokal, penyedia makanan, hingga siswa itu sendiri—sangat krusial untuk memastikan keberhasilan program ini.