MK Haramkan Wamen Jadi Komisaris BUMN, Ini 3 Alasan Krusial di Baliknya

Bangun Santoso Suara.Com
Kamis, 28 Agustus 2025 | 17:22 WIB
MK Haramkan Wamen Jadi Komisaris BUMN, Ini 3 Alasan Krusial di Baliknya
Ilustrasi sidang Mahkamah Konstitusi. (Suara.com/Alfian)
Kesimpulan
  • MK melarang wamen rangkap jabatan agar mereka bisa fokus
  • Larangan ini merupakan langkah strategis untuk mencegah potensi konflik kepentingan
  • Putusan ini adalah penegasan atas aturan serupa di tahun 2019 yang diabaikan

Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi mengakhiri era wakil menteri (wamen) yang bisa leluasa menduduki jabatan sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Melalui sebuah putusan yang monumental, MK secara tegas melarang praktik rangkap jabatan ini dengan alasan yang mendasar, agar para wamen fokus total pada tugas negara dan tidak terpecah konsentrasinya.

Putusan ini, yang dibacakan dalam sidang pada Kamis (28/8/2025), menjadi jawaban atas gugatan yang dilayangkan advokat Viktor Santoso Tandiasa.

MK tidak hanya melarang wamen menjadi komisaris, tetapi juga sebagai pejabat negara lainnya, direksi perusahaan swasta, atau pimpinan organisasi yang dibiayai oleh APBN/APBD.

Lalu, apa sebenarnya alasan utama di balik keputusan tegas MK yang berpotensi mengubah lanskap pejabat publik di Indonesia ini?

1. Beban Kerja Berat Menuntut Fokus Penuh

Alasan utama dan paling fundamental dari larangan ini adalah beban kerja seorang wakil menteri yang dinilai sangat berat. MK berpandangan bahwa posisi wamen dibentuk untuk menangani urusan spesifik di kementerian yang membutuhkan perhatian penuh dan tidak bisa disambi dengan pekerjaan lain, apalagi jabatan strategis seperti komisaris.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam pertimbangan hukumnya menegaskan hal ini.

"Larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri didasarkan pada pertimbangan bahwa sebagai pejabat negara, wakil menteri harus fokus pada beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus di kementerian," kata Enny.

Dengan kata lain, MK ingin memastikan setiap rupiah gaji yang dibayarkan negara kepada seorang wamen benar-benar digunakan untuk mengurus rakyat, bukan untuk membagi fokus pada urusan korporasi.

Baca Juga: Tok! MK Larang Wakil Menteri Rangkap Jabatan Jadi Komisaris BUMN

2. Mencegah Konflik Kepentingan dan Wujudkan Pemerintahan Bersih

Praktik rangkap jabatan, terutama di BUMN, sangat rentan menciptakan konflik kepentingan (conflict of interest). Seorang wamen yang juga menjabat komisaris bisa saja membuat kebijakan yang menguntungkan BUMN tempatnya bernaung, bukan berdasarkan kepentingan publik yang lebih luas.

MK melihat bahaya ini sebagai penghalang terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik. Larangan ini menjadi langkah preventif untuk memastikan penyelenggaraan negara berjalan bersih dan bebas dari potensi penyalahgunaan wewenang.

"Terlebih, pengaturan larangan rangkap jabatan karena berkaitan pula dengan prinsip penyelenggaraan negara yang bersih, bebas dari konflik kepentingan, serta pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik," jelas Enny.

3. Penegasan Aturan Lama yang Diabaikan

Faktanya, ini bukanlah gagasan baru. MK sebenarnya sudah pernah menegaskan bahwa larangan rangkap jabatan bagi menteri juga berlaku untuk wamen dalam Putusan Nomor 80/PUU-XVII/2019. Namun, putusan yang dibacakan pada Agustus 2020 itu seolah angin lalu. Praktik wamen menjadi komisaris BUMN tetap marak terjadi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?