Menurut Mirah, kebijakan tersebut bukan membawa kemajuan, melainkan menambah beban hidup buruh dan rakyat kecil.
"Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law itu bikin sengsara rakyat," tambahnya.
Lebih lanjut, Mirah mengungkapkan betapa sulitnya kelompok buruh memperjuangkan aspirasi mereka.
Ia menyoroti fakta bahwa DPR lebih mudah berdialog dengan kalangan pengusaha, termasuk "pengusaha skincare," ketimbang menerima audiensi dari para buruh.
Surat permohonan audiensi yang mereka ajukan tak kunjung direspons selama hampir setahun.
"Persoalannya tidak bakal bisa selesai, yaitu apa? Kemiskinan dan kesenjangan sosial yang merata," ungkap Mira.
Mirah juga memberikan contoh cerminan kesusahan rakyat melalui kisah Almarhum Affan Kurniawan.
"Kemarin kita melihat sama-sama rumah Almarhum Affan bawa tiga kali dua belas meter atau sebelas meter diisi tujuh orang. Itu adalah cermin kesusahan rakyat Indonesia," ucapnya.
Fenomena ini menggambarkan jurang yang semakin dalam antara janji politik dan kenyataan di lapangan.
Baca Juga: Sopir Rantis Pelindas Ojol Jalani Sidang Etik, Bripka Rohmat Bakal Dipecat Seperti Kompol Cosmas?
Di satu sisi, ada panggung politik yang penuh simbol dan pencitraan, seperti pertemuan Gibran dengan para ojol yang kontroversi.
Di sisi lain, ada kehidupan rakyat kecil yang terus dihimpit kemiskinan, tanpa kejelasan kapan suara mereka benar-benar akan didengar.
Reporter: Maylaffayza Adinda Hollaoena