- KPK menemukan bahwa kuota haji khusus yang merupakan tambahan dari Arab Saudi telah diperjualbelikan
- Skandal ini diduga telah merugikan keuangan negara hingga lebih dari Rp1 triliun
- Kebijakan Kementerian Agama membagi kuota tambahan 50:50 antara haji reguler dan khusus bertentangan dengan UU No. 8 Tahun 2019
Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap temuan mengejutkan di balik penyelenggaraan ibadah haji. Kuota haji khusus, yang seharusnya menjadi berkah tambahan dari Pemerintah Arab Saudi, diduga kuat telah menjadi objek jual beli di antara para penyelenggara perjalanan haji.
Praktik lancung ini terungkap dalam penyidikan kasus dugaan korupsi di Kementerian Agama untuk periode 2023-2024. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membeberkan bahwa kuota ekstra ini tidak hanya diperdagangkan antar sesama biro travel, tetapi juga langsung ditawarkan kepada calon jemaah yang bersedia membayar lebih.
“Ada yang juga diperjualbelikan antarbiro, dan ada juga yang langsung diperjualbelikan kepada para calon jemaah,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/9/2025).
Menurut Budi, alur distribusi kuota tambahan ini melibatkan asosiasi-asosiasi yang menaungi biro perjalanan haji. Kuota yang diterima dari pemerintah kemudian dibagi-bagikan ke para anggota asosiasi, membuka celah untuk praktik transaksional yang kini tengah diusut.
“Ada beberapa asosiasi. Kalau tidak salah ada 12 atau 13 asosiasi yang membawahi beberapa biro perjalanan. Nah ini (kuota haji khusus dari kuota tambahan, red.) dibagi pada biro perjalanan haji ini,” ujarnya sebagaimana dilansir Antara.
KPK secara resmi memulai penyidikan kasus ini pada 9 Agustus 2025, hanya dua hari setelah meminta keterangan dari mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. Eskalasi kasus berjalan cepat. KPK segera berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian negara yang ditimbulkan.
Hasilnya fantastis. Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan taksiran awal kerugian negara akibat skandal ini mencapai lebih dari Rp1 triliun. Bersamaan dengan itu, KPK langsung menerbitkan surat pencegahan bepergian ke luar negeri untuk tiga orang, salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Temuan KPK ini sejalan dengan kejanggalan yang sebelumnya telah diendus oleh Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI. Sorotan utama Pansus tertuju pada pembagian 20.000 kuota tambahan dari Arab Saudi. Kementerian Agama saat itu memutuskan membagi rata kuota tersebut, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Kebijakan ini dinilai menabrak aturan. Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah secara tegas mengatur bahwa komposisi kuota haji adalah 92 persen untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus. Pembagian 50:50 yang dilakukan Kemenag jelas melanggar undang-undang dan diduga menjadi pintu masuk praktik korupsi.
Baca Juga: Fakta-fakta Ustaz Khalid Basalamah Kembalikan Uang Miliaran ke KPK, Terjebak 'Jasa Haram' Maktab VIP