- Kejaksaan Agung menghadirkan 86 alat bukti dalam sidang praperadilan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim di PN Jakarta Selatan.
Suara.com - Sidang praperadilan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim sebagai tersangka dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan lewat pengadaan laptop berbasis chromebook kembali berlangsung.
Adapun, agenda sidang hari ini yakni penyerahan bukti dan mendengarkan pendapat ahli dari pihak Kejaksaan Agung selaku termohon. Total ada sebanyak 86 alat bukti terkait penetapan tersangka Nadiem Makarim.
"Banyak, kita menghadirkan ada 86 bukti yang ada dalam pasal 184 KUHAP, alat alat bukti, kelerangan saksi, ada alat bukti surat, ada keterangan ahli dan beberapa dokumen," kata tim Kejaksaan Agung, Roy Riyadi dalam persidangan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (8/10/2025).
Namun, Roy tak menjelaskan detail apakah dokumen itu merupakan hasil audit kerugian keuangan negara atau tidak. Dia hanya memastikan bukti yang disampaikan relevan dengan konteks praperadilan.
"(Ada bukti lain) Ya lingkup-lingkup praperadilan itu udah jelas diatur dalam KUHAP, putusan MK dan PerMA Nomor 4(tahun) 2016," jelas Roy.
Ahli hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menjelaskan tentang konteks penetapan tersangka dan praperadilan.
Jaksa semula meminta Suparji untuk menjelaskan tentang status pekerjaan merupakan objek praperadilan atau tidak. Suparji menyatakan hal itu bukan kewenangan dalam praperadilan.
"Bahwa soal identitas tidak bagian dari objek peraperadilan yang mulia, tetapi adalah bagian dari administrasi dalam sebuah pemeriksaan," jelas Suparji.
Suparji kemudian menilai, jika identitas sudah bersandarkan pada keterangan yang diperiksa, maka tidak ada kesalahan perihal itu. Kendati demikian, menurutnya ketepatan identitas merupakan hal yang penting.
Baca Juga: Sosok Hakim I Ketut Darpawan: Peraih Insan Anti Gratifikasi, Bikin Gebrakan di Praperadilan Nadiem
"Identitas adalah suatu hal yang penting sehingga tidak terjadi error in persona, salah orang. Maka harus jelas ya identitas, nama, tempat dan lain sebagainya, termasuk kemudian pekerjaan," jelas Suparji.
"Maka dalam hal ini tentunya penyidik bahwa ketika menuangkan identitas tadi berdasarkan hasil pemeriksaan kepada yang diperiksa. Kalau kemudian apa yang dituangkan berdasarkan keterangan yang diperiksa tadi itu, maka tentunya tidak ada sebuah kesalahan," imbuhnya.
Tim kuasa hukum Nadiem Makarim, sebelumnya meminta hakim agar penetapan tersangka dan penahanan terhadap kliennya dianggap cacat formal.
Salah satu unsur cacat formal dalam perkara ini yakni identitas Nadiem pada surat penetapan tersangka itu tertulis dengan kapasitas karyawan swasta bukan anggota kabinet kementerian sesuai KTP.
"Dalam hal ini pemohon ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam program digitalisasi pendidikan tahun 2019-2022, yang mana dalam hal ini mencantumkan pemohon sebagai karyawan swasta, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia periode tahun 2019-2024," kata Kuasa Hukum Nadiem di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025).
"Bahwa berdasarkan kartu identitas penduduk (KTP) yang dimiliki oleh pemohon dalam hal ini mencantumkan pekerjaan pemohon sebagai anggota kabinet kementerian," imbuhnya.