- Tim kuasa hukum Nadiem menilai penetapan tersangka terhadap kliennya dalam kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
- Penetapan tersangka Nadiem dinilai tindakan yang terburu-buru dan berpotensi melanggar asas kepastian hukum.
- Kejagung sempat menyebut kerugian negara dalam kasus pengadaan 1,2 juta unit laptop Chromebook mencapai Rp 1,98 triliun.
Suara.com - Tim kuasa hukum Nadiem Makarim menilai penetapan tersangka terhadap kliennya dalam kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Alasannya, Kejaksaan Agung hingga kini belum dapat menunjukkan laporan hasil penghitungan kerugian negara yang nyata (actual loss), bahkan tidak pernah menanyakannya dalam Berita Acara Pemeriksaan atau BAP.
Salah satu kuasa hukum Nadiem, Dodi S. Abdulkadir, menegaskan bahwa tidak adanya laporan resmi dari lembaga auditor negara telah memperlemah posisi penyidik. Lebih dari itu, ia mengungkap bahwa dalam BAP Nadiem, tidak ada satu pun pertanyaan yang berkaitan dengan besaran kerugian negara.
"Kami sudah meneliti seluruh isi BAP dan sama sekali tidak ada pertanyaan mengenai kerugian negara. Bagaimana bisa seseorang dituduh korupsi tanpa adanya penghitungan kerugian negara?" kata Dodi kepada wartawan, Kamis (9/10/2025).
Menurut Dodi, hal ini menunjukkan bahwa penetapan tersangka terhadap Nadiem adalah tindakan yang terburu-buru dan berpotensi melanggar asas kepastian hukum.
Kerugian Negara Harus Nyata, Bukan Potensi
Argumen tim kuasa hukum Nadiem ini sejalan dengan keterangan ahli hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, yang dihadirkan dalam sidang praperadilan sebelumnya.
Dalam persidangan pada Rabu (8/10/2025), Suparji menegaskan bahwa kerugian negara dalam kasus korupsi harus bersifat nyata (actual loss), bukan sekadar potensi (potential loss), sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
"Dengan demikian, unsur 'nyata dan pasti' menjadi syarat penting dalam pembuktian unsur kerugian keuangan negara," kata Suparji dalam sidang.
Sebelumnya, Kejagung sempat menyebut bahwa kerugian negara dalam kasus pengadaan 1,2 juta unit laptop Chromebook ini mencapai Rp 1,98 triliun. Angka ini berasal dari item software Chrome Device Management (CDM) senilai Rp 480 miliar dan selisih harga kontrak senilai Rp 1,5 triliun. Namun, hingga kini, belum ada laporan hasil audit resmi yang dipublikasikan.
Baca Juga: Skandal Haji Makin Melebar: KPK Kini Juga Bidik Korupsi Konsumsi dan Akomodasi