- KPK mengungkap modus korupsi Tol Trans Sumatera di mana tersangka diduga membeli lahan dari warga terlebih dahulu untuk dijual kembali dengan harga tinggi ke Hutama Karya
- Dua mantan petinggi Hutama Karya, Bintang Perbowo dan M. Rizal Sutjipto, telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan
- BPKP menghitung kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp205,14 miliar dari pengadaan lahan di Bakauheni dan Kalianda
Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar modus operandi licik di balik skandal korupsi pengadaan lahan untuk proyek strategis nasional Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) periode 2018-2020.
Para tersangka diduga telah "menggoreng" harga tanah dengan membelinya terlebih dahulu dari warga sebelum dijual kembali ke PT Hutama Karya (Persero) dengan nilai fantastis, yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp205,14 miliar.
Babak baru penyelidikan ini terungkap setelah KPK memeriksa empat saksi kunci pada Kamis (9/10), yang terdiri dari tiga notaris, yakni Rudi Hartono, Genta Eranda, dan Ferry Irawan, serta seorang wiraswasta bernama Bastari. Pemeriksaan ini difokuskan untuk menelusuri alur proses jual beli lahan yang sarat kejanggalan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan bahwa para saksi dicecar mengenai dugaan adanya permainan sejak awal dalam proses akuisisi lahan.
“Semua saksi hadir, dan penyidik meminta keterangan bagaimana proses awal jual beli lahan. Kemudian saksi juga didalami terkait dugaan bahwa lahan telah dikondisikan oleh tersangka sejak awal, yaitu melakukan pembelian kepada pemilik lahan untuk dimaksudkan akan dijual kepada PT HK atau Hutama Karya (Persero),” ujar Budi sebagaimana dilansir Antara, Minggu (12/10/2025).
Skandal ini telah menyeret nama-nama besar. KPK menetapkan mantan Direktur Utama PT Hutama Karya, Bintang Perbowo (BP), dan mantan Kepala Divisi, M. Rizal Sutjipto (RS), sebagai tersangka. Keduanya telah resmi ditahan sejak 6 Agustus 2025 untuk kepentingan penyidikan.
Selain dua petinggi tersebut, KPK juga menjerat Komisaris PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ), Iskandar Zulkarnaen (IZ), dan korporasi PT STJ itu sendiri. Namun, penyidikan terhadap Iskandar Zulkarnaen dihentikan setelah yang bersangkutan meninggal dunia pada 8 Agustus 2024.
Kerugian keuangan negara yang masif dalam proyek ini telah dihitung secara rinci oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Angka kerugian total mencapai Rp205,14 miliar, yang berasal dari dua lokasi pengadaan lahan di Provinsi Lampung.
Rinciannya adalah kerugian sebesar Rp133,73 miliar dari pembayaran yang dilakukan Hutama Karya kepada PT STJ untuk lahan di Bakauheni, dan Rp71,41 miliar untuk pembelian lahan di Kalianda. KPK mengumumkan kasus ini ke publik pertama kali pada 13 Maret 2024 dan terus melakukan pengembangan hingga kini.
Baca Juga: Usut Aliran Dana Pemerasan K3, KPK Periksa Eks Dirjen Kemnaker Haiyani Rumondang