Survei IYCTC: Kandungan Polusi PM2,5 di Ruangan Merokok Lebih Tinggi Ketimbang Area Tanpa Rokok

Jum'at, 17 Oktober 2025 | 22:11 WIB
Survei IYCTC: Kandungan Polusi PM2,5 di Ruangan Merokok Lebih Tinggi Ketimbang Area Tanpa Rokok
Ilustrasi kawasan bebas asap rokok di Jakarta. [Suara.com]
Baca 10 detik
  • Survei IYCTC ungkap asap rokok tingkatkan polusi udara di ruang tertutup.
  • Kadar PM2,5 di ruang merokok lebih tinggi dari area bebas asap.
  • Daniel desak penerapan tegas Kawasan Tanpa Rokok di Jakarta.

Suara.com - Advocacy Lead Indonesia Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Daniel Beltsazar Jacob, memaparkan hasil survei terbaru yang menyoroti dampak asap rokok terhadap kualitas udara di Jakarta.

Survei tersebut menemukan bahwa tingkat polusi udara di ruangan yang memperbolehkan aktivitas merokok jauh lebih tinggi dibandingkan area bebas asap rokok.

Daniel menjelaskan, kandungan partikulat halus PM2,5 dalam asap rokok menjadi kontributor utama penurunan kualitas udara di ruang tertutup.

Temuan ini dipresentasikan dalam kegiatan bertajuk Diseminasi Survei Kualitas Udara dan Persepsi Warga Jakarta terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang digelar di Jakarta Pusat, Jumat (17/10/2025).

“Asap rokok, termasuk kandungan partikulat halus seperti PM2,5, telah terbukti merusak kualitas udara dalam ruangan dan berdampak langsung pada kesehatan serta produktivitas, khususnya di tempat kerja, restoran, angkutan umum, hingga rumah tangga,” ujarnya.

Ia mengungkapkan bahwa sejumlah kawasan di Jakarta masih memiliki ruang merokok di dalam bangunan, meski hasil pemantauan menunjukkan kadar polutan di area tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan ruang bebas rokok.

“Kawasan dengan ruang merokok dalam bangunan itu masih ada di beberapa daerah yang menerapkan itu. Di klub malam, hiburan malam, apakah mereka dilarang atau sebaiknya lumrah melakukan itu, ternyata ruang merokok dalam bangunan itu menunjukkan kadar PM2,5 yang lebih tinggi yang smoking free,” kata Daniel.

Namun, Daniel juga menyoroti fenomena menarik di salah satu kota lain yang menjadi lokasi survei.

Di sana, sebuah restoran menyediakan ruang merokok di luar gedung, tetapi letaknya berdekatan dengan area indoor yang bersifat family friendly.

Baca Juga: Diprotes Pengusaha, Pemprov DKI Sebut Raperda Kawasan Tanpa Rokok Masih Dinamis

Alih-alih lebih aman, ruangan dalam justru mencatatkan kadar PM2,5 yang lebih tinggi.

“Temuan kami lainnya juga, kawasan dengan ruang merokok di luar pun, salah satunya adalah di salah satu restoran di kota lain itu, dia punya ruang merokok di luar, tapi berbatasan dengan ruang indoor yang family friendly. Justru ruang indoornya ini PM2,5-nya ini lebih tinggi dibandingkan ruang yang merokok itu,” ungkap Daniel.

Kondisi tersebut, lanjutnya, terjadi akibat desain bangunan dan sistem ventilasi yang tidak memadai, sehingga asap dari area merokok mudah masuk ke ruangan lain.

“Kenapa? Karena ada orang lalu lalang, ventilasi kurang memadai,” jelasnya.

Daniel menilai, hasil survei ini memperlihatkan bahwa baik ruang merokok di dalam maupun di luar ruangan tetap menimbulkan risiko serius terhadap kesehatan masyarakat.

Karena itu, ia mendorong agar kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Jakarta diterapkan secara tegas tanpa celah kompromi.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI