- Ray memaparkan lima alasan utama yang menjadi dasar penilaiannya terhadap satu tahun kepemimpinan Prabowo-Gibran.
- Menurutnya hasil Pilkada 2024 justru memperkuat praktik dinasti politik.
- Ray juga menyoroti kerusuhan pada akhir Agustus 2025 yang diwarnai perusakan gedung DPR dan rumah sejumlah legislator.
Suara.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti, menilai satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka belum menunjukkan arah kepemimpinan yang jelas.
Ia menyebut tata kelola pemerintahan saat ini tampak semrawut dan tidak terkoordinasi dengan baik.
"Jadi pemerintahan Prabowo-Gibran ini menurut saya semrawut. Ini ibarat lalu lintas ga jelas siapa yang mau ke kiri mau ke kanan yang mau lurus siapa," kata Ray dalam diskusi bertajuk “1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Indonesia Emas atau Cemas?” di Kantor Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Jakarta Pusat, Minggu (19/10/2025).
Ia menilai Presiden Prabowo justru menjadi bagian dari sumber ketidakjelasan arah pemerintahan tersebut.
"Dan itu jadi kejadian yang seperti itu, dan presidennya sendiri adalah sumber dari kesemrawutan itu," ucap Ray.
Ray kemudian memaparkan lima alasan utama yang menjadi dasar penilaiannya terhadap satu tahun kepemimpinan Prabowo-Gibran.
Ia menilai, dalam aspek politik, pemerintahan ini gagal memperlihatkan perkembangan positif, khususnya dalam bidang demokrasi.
Menurutnya, hasil Pilkada 2024 justru memperkuat praktik dinasti politik. Di sisi lain, praktik politik uang juga kian menguat dan merusak tatanan demokrasi di akar rumput.
"Ada yang berani bayar Rp 1,5 juta, ada yang berani bayar Rp 2 juta. Bahkan pada tingkat tertentu kita mendengar ada yang berani bayar bahkan sampai Rp 10 juta. Suara per pemilih," ujarnya dengan nada prihatin.
Selain itu, Ray menyoroti kerusuhan pada akhir Agustus 2025 yang diwarnai perusakan gedung DPR dan rumah sejumlah legislator.
Ia menilai insiden itu mencerminkan kegagalan pemerintah dalam mengelola dinamika politik dan aspirasi publik.
"Jadi saya kira protes publik terhadap DPR dan DPR di beberapa tempat menunjukkan kepada kita ada semacam kegagalan mengelola politik yang terjadi dalam satu tahun terakhir kepemimpinan Pak Prabowo," kata Ray.
Alasan keempat, lanjutnya, adalah sentralisasi kekuasaan yang semakin kuat di pemerintah pusat. Ia menilai, sejumlah program nasional terlalu didominasi oleh kebijakan pusat tanpa melibatkan cukup banyak pemerintah daerah.

Salah satu contohnya, kata Ray, adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dianggap minim koordinasi dengan daerah.
Tak hanya itu, Ray juga menyoroti melemahnya peran oposisi yang membuat ruang kritik terhadap pemerintah semakin terbatas.