- Kejadian pembakaran mahkota Cenderawasih telah melukai perasaan masyarakat adat.
- Tanpa aturan yang jelas mereka khawatir insiden serupa akan terus berulang.
- Menhut Raja Juli Antoni, telah menyampaikan permohonan maaf tulus kepada seluruh masyarakat Papua.
![Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni saat berada di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (15/9/2025). [Suara.com/Novian]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/09/15/79774-menteri-kehutanan-raja-juli-antoni.jpg)
Menhut menjelaskan, meskipun pemusnahan barang bukti secara prosedural benar, BKSDA seharusnya lebih peka terhadap konteks kearifan lokal.
“Secara hukum tindakan tersebut benar, kata dia, namun jika memperhatikan kearifan lokal, tindakan jajarannya tidak kontekstual yang mengakibatkan ketersinggungan masyarakat Papua.”
Sebagai langkah nyata, Menhut telah mengutus eselon satu kementeriannya untuk langsung berdialog dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan mahasiswa di Papua.
Ia juga berjanji akan mengumpulkan seluruh kepala balai BKSDA secara daring.
“Jadi agar hal ini tidak terjadi di Papua, juga di Bali, dan sebagainya. Saya akan mengumpulkan semua kepala balai secara daring untuk menggali kembali nilai-nilai kearifan lokal, tabu, istilah-istilah lokal yang mengarahkan untuk kita berhati-hati,” tegasnya.
Menhut memanfaatkan momentum ini untuk menyoroti tantangan yang lebih besar: pelestarian burung Cenderawasih itu sendiri.
Ia meminta masyarakat Papua untuk terus menjaga kekayaan alam ini.
“Tantangan kita di Burung Cenderawasih memang pertumbuhan liarnya yang luar biasa sekarang, burung ini banyak jenisnya dan tidak semua berhasil di penangkaran, banyak sekali tantangan-tantangannya, lebih pemalu, suhu udara tertentu, gelapnya juga tertentu,” ujarRaja Juli. (Antara)
Baca Juga: Menhut Klaim Karhutla Turun Signifikan di Tahun Pertama Pemerintahan Prabowo, Ini Kuncinya