- Idrus menyoroti dinamika PBNU dan meminta konflik internal segera dijernihkan dari konsolidasi kelompok tertentu.
- Ia menekankan PBNU harus kembali pada nilai kolektivitas, musyawarah, serta menjauhi perebutan kekuasaan oleh elit.
- PBNU telah menegaskan kepengurusan harus tuntas sampai Muktamar melalui kesepakatan ulama pada Minggu (23/11/2025).
Suara.com - Anggota MPO PB IKA PMII sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Idrus Marham, menyoroti tajam dinamika yang tengah terjadi di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Ia mewanti-wanti agar konflik internal segera dijernihkan dan tidak justru dijadikan ajang konsolidasi kelompok tertentu.
Idrus menilai, persoalan kekinian yang melanda PBNU bukan sekadar masalah figur semata. Lebih dari itu, hal ini menjadi sinyal bahwa NU mulai menjauh dari nilai “kepemilikan bersama” yang sejatinya menjadi jiwa utama jam’iyah.
Ia menegaskan, organisasi Islam terbesar ini tidak boleh direduksi menjadi “zona perebutan kekuasaan” oleh segelintir elit. PBNU, menurut Idrus, harus segera kembali pada nilai-nilai musyawarah, transparansi, dan pengabdian murni, bukan menjadi arena manuver politik internal.
"NU ini milik rakyat, milik warga NU, bukan milik satu kelompok kecil,” tegas Idrus kepada wartawan, Selasa (25/11/2025).
Ingatkan Akar Sejarah dan Pesantren
Idrus kembali mengingatkan bahwa fondasi NU dibangun dari kekuatan pesantren, akar rumput, dan kolektivitas umat. Ia menyayangkan jika bangunan kokoh tersebut dikapling oleh politik elit demi kepentingan sesaat.
Sejarah mencatat, NU didirikan oleh para ulama besar yang mendedikasikan hidupnya untuk umat dan bangsa hingga akhir hayat. Nama-nama harum seperti K.H. Hasyim Asyari (Tebuireng), K.H. Bisri (Denanyar), K.H. Ridwan (Semarang), K.H. Nawawi (Pasuruan), K.H.R. Asnawi dan K.H.R. Hambali (Kudus), K.H. Nachrawi (Malang), hingga K.H. Doro Muntaha, adalah arsitek yang menjadikan NU sebagai rumah besar yang menyejukkan.
“Semua ini diceritakan sekedar untuk mengentalkan ingatan historic kita bersama,” katanya.
Baca Juga: Isu Pemakzulan Gus Yahya Menguat, Begini Reaksi Nusron Wahid Soal Polemik Internal PBNU
Bagi Idrus, generasi pendiri tersebut sangat berjasa meletakkan dasar moral organisasi. Jika saat ini terjadi perbedaan pandangan dan pemikiran, itu adalah dinamika yang wajar. Namun, ceritanya akan berbeda jika yang terjadi adalah gesekan kepentingan.
"Sekali lagi, sejak berdiri hingga hari ini, kepentingan NU hanya berpijak pada dua fondasi utama: umat dan bangsa. Di luar itu, semuanya hanyalah 'percikan' yang tidak boleh menggeser orientasi perjuangan NU," ujarnya.
Krisis yang terjadi saat ini, menurut Idrus, harus menjadi momentum introspeksi total. PBNU harus memperkuat jati dirinya sebagai organisasi sosial-keagamaan yang berdiri di atas nilai moral, bukan panggung politik.
Ia mendesak agar konflik segera dikelola dengan bijak demi menjaga kepercayaan warga Nahdliyin dan publik terhadap institusi PBNU. Langkah konkret sangat dibutuhkan, lebih dari sekadar pernyataan lisan.
"Tidak cukup hanya klarifikasi internal, tetapi perlu ada langkah nyata menuju rekonsiliasi dan transparansi agar NU tetap berfungsi sebagai rumah besar umat, bukan panggung manuver kekuasaan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan tidak ada pengunduran diri yang mesti dilakulan Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya sebagai Ketua Umum PBNU.

Kesepakatan tersebut dihasilkan dalam pertemuan alim ulama di kantor PBNU, Minggu (23/11/2025) malam.
Katib Aam PBNU Ahmad Said Asrori menyampaikan kesepakatan bahwa kepengurusan PBNU saat ini harus diselesaikan dalam satu periode.
"Sepakat kepengurusan PBNU harus selesai sampai satu periode yang Muktamarnya kurang lebih satu tahun lagi. Semuanya, tidak ada pemakzulan, tidak ada pengunduran diri, semua sepakat begitu. Semua gembleng 100 persen ini," kata Asrori usai pertemuan.
Asrori lantas menegaskan tidak ada pemgunduran diri yang harus dilakukan oleh kepengurusan PBNU periode sekarang. Hal ini sekaligus menegaskan tentang dinamika yang terjadi di internal organisasi.
"Jadi sekali lagi, tidak ada pengunduran dan tidak ada pemaksaan pengunduran diri. Tidak ada. Ini sekali lagi saya tegaskan, tidak ada," kata Asrori.
Ia menegaskan pergantian kepengurusan hanya dilakukan melalui mekanisme Muktamar.
"Semua harus, semuanya pengurusan harian PBNU mulai Rais Aam sampai jajaran, Ketua Umum dan jajaran sempurna sampai Muktamar yang akan datang. Kalau ada pergantian itu majelis yang paling tinggi dan terhormat adalah Muktamar Nahdlatul Ramadan. Dan itu diatur di dalam anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan peraturan perkumpulan," tuturnya.
Ketua Umum PBNU, Gus Yahya menegaskan hal senada. Ia menyerahkan segala permasalahan di internal organisasi harus diselesaikam sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART).