Tolak Satgas PKH, Ribuan Petani Sawit Desak MA Batalkan PP 45/2025

Galih Prasetyo Suara.Com
Jum'at, 28 November 2025 | 19:00 WIB
Tolak Satgas PKH, Ribuan Petani Sawit Desak MA Batalkan PP 45/2025
Ribuan petani sawit skala kecil di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur resmi mengajukan permohonan uji materiil (Judicial Review) terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2025 ke Mahkamah Agung (MA), Jumat (28/11). [Istimewa]
Baca 10 detik
  • Ribuan petani sawit dari Kalbar dan Kaltim mengajukan Judicial Review PP Nomor 45 Tahun 2025 ke MA pada 28 November.
  • PP tersebut memungkinkan denda besar dan pengambilalihan lahan rakyat bersertifikat oleh Satgas PKH dan PT Agrinas Palma.
  • Petani menolak ketentuan sanksi dianggap memberatkan yang mengancam keberlangsungan hidup dan berpotensi memiskinkan mereka.

Suara.com - Ribuan petani sawit skala kecil di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur resmi mengajukan permohonan uji materiil (Judicial Review) terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2025 ke Mahkamah Agung (MA), Jumat (28/11).

Gugatan ini diajukan sebagai bentuk penolakan terhadap ketentuan sanksi yang dianggap memberatkan dan mengancam keberlangsungan hidup para petani.

PP 45/2025 mengatur penertiban kawasan hutan dan memberi kewenangan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) untuk mengenakan denda hingga Rp 45 juta per hektar, serta membuka peluang pengambilalihan lahan kebun rakyat oleh PT Agrinas Palma Nusantara (Agrinas Palma).

Perwakilan petani dari Kapuas Hulu, Edi Sabirin, menyatakan bahwa PP tersebut memberi dampak langsung bagi masyarakat, terutama karena lahan yang telah bersertifikat kini diklaim berada di kawasan hutan.

“PP 45/2025 jadi dasar Satgas PKH mengambil alih lahan kami. Lahan dengan Sertifikat Hak Milik pun dipasangi plang penyegelan oleh Agrinas Palma,” ujar Edi seusai pengajuan gugatan.

Ia menyebut sedikitnya 600 petani di Kecamatan Silat Hilir kini terancam kehilangan lahan seluas 1.600 hektar. Situasi ini menimbulkan tekanan moral dan kekhawatiran yang sangat besar bagi masyarakat.

“Masyarakat kami terganggu secara mental. Kami minta negara memperhatikan masalah ini dengan serius,” tegasnya.

Keluhan serupa disampaikan Rafi, petani dari Desa Jone, Kabupaten Paser. Ia menuturkan bahwa kebun sawit yang ditanam sejak 1995 dan diwariskan turun-temurun tiba-tiba diklaim sebagai kawasan hutan tanpa komunikasi yang jelas.

“Jangan sampai kebun kami dijadikan objek denda, apalagi diserahkan ke PT Agrinas. Itu yang benar-benar kami tolak,” kata Rafi.

Baca Juga: Mengenal Taman Nasional Tesso Nilo, Rumah Terakhir Gajah Sumatera yang Direbut Kebun Sawit Ilegal

Ia menambahkan, penetapan kawasan hutan ini juga menghambat pembangunan infrastruktur dan proses legalisasi hak tanah.

Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Sabarudin, menilai PP 45/2025 dan tindakan Satgas PKH telah memicu ketakutan dan keresahan yang meluas di berbagai daerah.

“Denda Rp 45 juta per hektar sangat tidak proporsional. Petani kecil hanya punya 1–5 hektar. Kebijakan ini bisa memiskinkan mereka,” jelasnya.

SPKS berharap Mahkamah Agung mengabulkan gugatan dan pemerintah menghentikan praktik yang menimbulkan potensi konflik agraria baru.

“Kami berharap MA dan Presiden Prabowo melihat masyarakat sudah bergejolak. Plang-plang Satgas PKH membuat petani takut,” tambahnya.

Kuasa hukum petani, Gunawan, menilai pemerintah terlalu fokus menjalankan Satgas PKH tanpa mengoptimalkan mekanisme Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH) melalui Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA).

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI