- Amnesty International Indonesia menemukan aparat melakukan kekerasan berlebihan saat aksi tolak tunjangan rumah DPR akhir Agustus 2025.
- Bukti kekerasan aparat didapat dari 36 video dan wawancara korban selama periode krusial 25 Agustus hingga 1 September.
- Protes tersebut mengakibatkan 1.036 korban kekerasan dan 4.194 demonstran ditangkap di 19 kota.
Suara.com - Organisasi hak asasi manusia (HAM) internasional, Amnesty International Indonesia, merilis temuan yang mengungkap adanya praktik kekerasan berlebihan dan melawan hukum oleh aparat kepolisian dalam penanganan gelombang unjuk rasa menolak tunjangan rumah anggota DPR pada akhir Agustus 2025 lalu.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, memaparkan bahwa bentuk kekuatan melawan hukum yang digunakan aparat secara masif adalah pemukulan menggunakan tongkat, penggunaan water cannon untuk membubarkan massa, hingga penembakan gas air mata yang kerap diarahkan secara langsung ke tubuh demonstran.
Temuan ini bukan tanpa dasar. Amnesty telah melakukan verifikasi mendalam terhadap sedikitnya 36 video melalui Evidence Lab mereka.
Selain itu, bukti diperkuat dengan wawancara langsung terhadap lima korban dan saksi mata yang mengalami dan melihat langsung kebrutalan aparat di lapangan.
Para saksi dan korban, dalam keterangannya, mengungkap pola kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian secara berulang dalam rentang waktu krusial antara 25 Agustus hingga 1 September 2025.
“Tindakan ini mencakup penembakan water cannon ke arah pengunjuk rasa dalam jarak dekat, pemukulan terhadap demonstran menggunakan tongkat, dan penggunaan granat gas air mata jenis berbahaya yang diketahui dapat menyebabkan cedera serius,” kata Usman, saat konferensi pers di Jakarta Pusat, Selasa (9/12/2025).
Usman menegaskan, aksi demonstrasi yang meluas di berbagai daerah tersebut dipicu oleh penolakan publik terhadap kebijakan tunjangan rumah yang diberikan kepada anggota DPR.
Menurutnya, respons aparat yang eksesif menunjukkan adanya masalah kultural yang serius di tubuh kepolisian.
“Ini menunjukkan budaya kepolisian yang memperlakukan perbedaan pendapat sebagai ancaman, bukan sebagai hak,” ucapnya.
Baca Juga: Amnesty Ungkap Polisi Pakai Granat Gas Saat Demo Agustus: Padahal Dilarang Banyak Negara
Data yang dikumpulkan Amnesty selama periode demonstrasi tersebut menunjukkan angka yang mencengangkan. Sedikitnya 4.194 demonstran ditangkap dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Dari ribuan orang yang diamankan, sebanyak 959 orang kemudian dinaikkan statusnya menjadi tersangka. Mirisnya, di antara ratusan orang tersebut, terdapat sedikitnya 12 orang aktivis Hak Asasi Manusia yang turut dijerat dengan berbagai tuduhan.
“Mereka dituduh menghasut orang untuk ikut serta dalam protes menggunakan kekerasan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Usman menyatakan bahwa pihak kepolisian sendiri mengakui fakta yang mengkhawatirkan, yakni dari ratusan orang yang diproses hukum, 295 di antaranya masih berusia anak-anak.
Secara keseluruhan, Amnesty mencatat sedikitnya ada 1.036 orang yang menjadi korban kekerasan selama gelombang protes tersebut. Angka ini terangkum dari 69 insiden terpisah yang terjadi di 19 kota.
Amnesty mengakui ada sebagian kecil pengunjuk rasa yang terlibat dalam tindakan kekerasan, namun menekankan bahwa sebagian besar kasus kekerasan justru melibatkan penggunaan kekuatan yang tidak perlu dan berlebihan oleh polisi.