- Sebanyak 986 korban meninggal dan 224 hilang akibat bencana di tiga provinsi memerlukan terobosan teknologi penyelamatan.
- Pakar UGM menyarankan pemanfaatan drone dengan *computer vision* dan AI yang telah efektif di negara maju.
- Tantangan utama adopsi teknologi di Indonesia adalah kondisi geografis kompleks dan perlunya integrasi sistem SAR.
![Klaster kelapa sawit, tambang emas dan industri kertas dinilai turut memperparah banjir Sumatera Utara. Foto: Permukiman warga terdampak banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Sabtu (29/11/2025). BPBD Tapanuli Selatan mencatat hingga Sabtu (29/11) sebanyak 43 korban meninggal dunia di wilayahnya akibat banjir bandang pada Selasa (25/11/2025). [Antara]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/12/09/36389-banjir-sumatera-tapanuli-selatan.jpg)
Ia melanjutkan jika tahap ini berhasil, sistem multi-drone yang mampu menyisir wilayah luas secara otomatis bisa mulai diuji pada skala yang lebih besar.
Ditegaskan Andi bahwa uji coba di lapangan merupakan kunci keberhasilan integrasi teknologi pencarian korban di Indonesia. Apalagi dengan medan di berbagai daerah Indonesia yang tak mudah diprediksi.
Ia menyebutkan bahwa riset-riset mengenai UAV, computer vision, dan AI di UGM sejatinya sudah sangat maju. Namun masih memerlukan dukungan hilirisasi dan kolaborasi dengan instansi kebencanaan agar dapat benar-benar digunakan dalam operasi resmi.
Andi berharap agar inovasi pencarian korban tak berhenti di tahap konsep. Pasalnya, teknologi pencarian korban ini masih berhenti di tingkat riset.
Idealnya ada dukungan yang lebih kuat supaya riset yang sudah ada bisa benar-benar sampai tahap hilirisasi dan dipakai di operasi SAR. Pihaknya berharap ada kegiatan uji coba rutin di lapangan agar teknologi terus berkembang.
"Tidak harus langsung besar, yang penting terus berkembang dan akhirnya bisa beneran membantu menyelamatkan nyawa," pungkasnya.