- Permohonan restitusi korban kekerasan seksual anak melonjak signifikan dari 122 pemohon 2023 menjadi 916 pemohon 2025.
- Total pemohon restitusi semua tindak pidana naik dari 4.407 orang di 2023 menjadi 7.450 di 2024, lalu turun.
- Realisasi pembayaran restitusi meningkat dari Rp799,19 juta tahun 2023 menjadi Rp3,16 miliar pada tahun 2025.
Suara.com - Sebuah data yang mengkhawatirkan sekaligus memberi secercah harapan datang dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Permohonan restitusi, atau ganti rugi, yang diajukan atas nama korban kekerasan seksual terhadap anak menunjukkan tren lonjakan yang sangat signifikan hingga tahun 2025.
Fenomena ini menjadi pedang bermata dua: di satu sisi mengungkap betapa daruratnya kasus kekerasan seksual pada anak, namun di sisi lain menunjukkan keberanian dan kesadaran publik yang mulai tumbuh untuk menuntut keadilan bagi para korban yang paling rentan.
Ketua LPSK, Achmadi, memaparkan bahwa peningkatan jumlah permohonan untuk kasus spesifik ini terus menunjukkan konsistensi yang kuat sejak tahun 2023.
Angkanya meroket tajam dari hanya 122 pemohon pada tahun 2023, melonjak menjadi 646 pemohon pada tahun 2024, dan terus menanjak hingga mencapai 916 pemohon pada tahun 2025.
"Hal ini mencerminkan meningkatnya kesadaran masyarakat dalam melaporkan kasus serta memperjuangkan hak restitusi bagi korban anak," kata Achmadi di Jakarta, Kamis (18/12/2025).
Meski demikian, jika dilihat secara umum, data permohonan restitusi untuk semua jenis tindak pidana selama periode 2023–2025 menunjukkan dinamika yang lebih beragam.
Secara total, jumlah pemohon restitusi tercatat sebanyak 4.407 orang pada tahun 2023, sempat meningkat menjadi 7.450 orang pada tahun 2024, namun kemudian turun menjadi 5.162 orang pada tahun 2025.
Untuk kategori Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), LPSK mencatat jumlah pemohon sebanyak 915 orang pada tahun 2023, kemudian turun menjadi 466 orang pada tahun 2024, dan 375 orang pada tahun 2025.
Selain itu, permohonan restitusi pada kategori kasus kekerasan seksual terhadap orang dewasa tercatat sebanyak 525 orang pada tahun 2023, lalu turun drastis menjadi 128 orang pada tahun 2024, dan sedikit naik menjadi 202 orang pada tahun 2025.
Baca Juga: LPSK Ajukan Restitusi Rp1,6 Miliar untuk Keluarga Prada Lucky yang Tewas Dianiaya Senior
Adapun permohonan restitusi untuk kategori Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yang seringkali melibatkan korban massal, tercatat sebanyak 2.739 orang pada tahun 2023, melonjak menjadi 6.035 orang pada tahun 2024, dan kembali turun ke angka 3.461 orang pada tahun 2025.
Dari ribuan permohonan tersebut, palu hakim telah memutuskan nilai restitusi yang fantastis. LPSK mengungkapkan bahwa nilai restitusi yang diputus hakim tercatat sebesar Rp30,99 miliar pada tahun 2023, Rp6,18 miliar pada tahun 2024, dan Rp10,25 miliar pada tahun 2025.
Namun, putusan hakim adalah satu hal, realisasi pembayarannya adalah hal lain. Kabar baiknya, ada tren penguatan pembayaran dari pelaku ke korban dari tahun ke tahun.
"Realisasi pembayaran restitusi oleh pelaku menunjukkan penguatan dari tahun ke tahun, dengan nilai Rp799,19 juta pada tahun 2023, Rp1,04 miliar pada tahun 2024, dan Rp3,16 miliar pada tahun 2025," kata dia.
Kendati demikian, Achmadi mengakui bahwa jalan untuk memastikan hak korban terpenuhi masih terjal dan penuh tantangan. Kesenjangan antara nilai putusan dan realisasi pembayaran menunjukkan adanya pekerjaan rumah yang besar dalam eksekusi restitusi.
Tantangan yang dihadapi, kata dia, meliputi keterbatasan kemampuan bayar pelaku, belum optimalnya penyitaan aset, perbedaan standar penilaian restitusi, serta kendala dalam eksekusi putusan.
"Selain itu, terdapat tantangan khusus, seperti perkara TPPU dengan korban massal, restitusi kurang bayar, serta belum optimalnya penerapan sita jaminan restitusi," katanya.