Suara.com - Di tengah gemerlap inovasi teknologi otomotif, sebuah kabar mengejutkan mengguncang jagat mobil listrik China. Tiga nyawa melayang dalam kecelakaan maut yang melibatkan Xiaomi SU7, si pendatang baru yang baru saja menginjakkan kakinya di arena mobil listrik global.
Lei Jun, sang nakhoda Xiaomi, tak bisa menyembunyikan kepedihan hatinya.
"Saya sangat berduka atas kecelakaan pada 29 [Maret] malam tersebut. Tiga perempuan muda telah kehilangan nyawa mereka--kehilangan yang sangat menyakitkan bagi keluarga, teman, dan kami semua," ujar Lei Jun, seperti dikutip dari Global Times.
"Atas nama Xiaomi, saya ucapkan belasungkawa dan simpati yang mendalam kepada keluarga," sambungnya.
Insiden yang menewaskan tiga mahasiswi ini ternyata buntut dari kecanggihan fitur yang disematkan pada Xiaomi SU7, Smart Navigate on Autopilot.
Malam nahas itu, SU7 meluncur bagai anak panah di bawah kendali Smart Navigate on Autopilot. Jarum speedometer menunjuk angka 116 km/jam, sebelum takdir berkata lain.
Sistem navigasi memang telah berteriak memperingatkan bahaya, sang pengemudi berusaha mengambil alih, namun waktu seolah berpacu lebih cepat. Detik-detik mencekam berakhir dengan hantaman keras pada tiang di kecepatan 97 km/jam.
Xiaomi, layaknya seorang kesatria yang bertanggung jawab, tak berlari dari medan perang. Tim khusus langsung dikerahkan ke lokasi kejadian, membawa seluruh data digital SU7 untuk diserahkan kepada pihak berwajib.
"Kami tak akan sembunyi," tegas Lei Jun, membuktikan bahwa Xiaomi siap menghadapi badai dengan kepala tegak.
Baca Juga: 6 HP Xiaomi dengan Kerusakan Perangkat Keras yang Berkepanjangan
Ironi menyelimuti tragedi ini. SU7 hadir dalam dua wajah: si standar yang terlibat kecelakaan, dan saudaranya yang lebih canggih dengan mata LiDAR untuk mendeteksi bahaya.
Seolah nasib memilih versi yang lebih rentan untuk menguji ketangguhan Xiaomi.
Pasar modal bereaksi keras. Saham Xiaomi terjun bebas 5,5 persen, menggambarkan betapa sensitifnya kepercayaan investor terhadap isu keselamatan.
Namun Lei Jun tetap teguh, menolak untuk menghindari tanggung jawab meski akses ke mobil nahas tersebut masih tertutup selama penyelidikan berlangsung.

Ini bukan sekadar cerita tentang sebuah kecelakaan. Ini adalah ujian pertama Xiaomi dalam arena mobil listrik, sebuah pengingat keras bahwa di balik kilau teknologi, nyawa manusia tetaplah yang utama.
Respons cepat dan profesional Xiaomi mungkin tak bisa mengembalikan nyawa yang hilang, tapi setidaknya menunjukkan bahwa mereka siap belajar dari tragedi ini.
Xiaomi kini menghadapi ujian besar dalam perjalanannya di dunia otomotif. Tragedi ini menjadi pengingat bahwa dalam perlombaan inovasi teknologi, keselamatan harus tetap menjadi prioritas utama.
Tak cukup hanya menghadirkan fitur canggih dan desain futuristik—keamanan pengguna adalah hal yang tak bisa ditawar.
Bagi Xiaomi, ini bukan sekadar tantangan, tetapi juga kesempatan untuk menunjukkan bahwa mereka lebih dari sekadar produsen gadget pintar.
Mereka harus membuktikan bahwa ambisi mereka dalam industri otomotif bukan hanya soal teknologi, tetapi juga tanggung jawab terhadap keselamatan pengguna.
Kini, mata dunia tertuju pada hasil investigasi yang akan mengungkap fakta di balik insiden ini. Namun, lebih dari itu, publik juga menanti langkah Xiaomi selanjutnya.
Akankah mereka mampu bangkit, berbenah, dan membuktikan bahwa mereka bisa menjadi pelopor mobilitas listrik yang lebih aman?
Jawabannya ada pada bagaimana Xiaomi merespons. Inovasi tanpa keselamatan hanyalah ambisi tanpa arah.
Jika Xiaomi berhasil melewati tantangan ini dengan transparansi dan peningkatan nyata, maka mereka akan mengukuhkan diri sebagai pemain serius di industri otomotif.
Dunia menunggu, dan Xiaomi harus membuktikan bahwa mereka siap menghadapi masa depan dengan lebih bertanggung jawab.