"Karena ada hukum seperti gravitasi, alam semesta bisa dan akan menciptakan dirinya sendiri dari nol," tulisnya dalam "The Grand Design".
Spontanitas, begitulah Hawking berspekulasi mengenai alasan kenapa "ada sesuatu" dari yang tadinya "tidak ada apa-apa" alias terjadinya alam semesta.
"Penciptaan yang bersifat spontan adalah alasan mengapa ada sesuatu dan bukan apa-apa, mengapa alam semesta ada, mengapa kita ada? Tidak perlu meminta Tuhan untuk membuat cetak biru dan mengatur alam semesta ini," tulisnya.
Namun, segala kontroversi Hawking mengenai Tuhan dan ihwal alam semesta sebenarnya ditujukannya untuk cinta tanpa batas bagi umat manusia.
"Suatu waktu ayah pernah mengatakan: percuma alam semesta terbentang luas, kalau tidak ada tempat bagi orang-orang yang Anda cintai," tutur putrinya, Lucy.
Mengatasi Keterbatasan
Bagi sesama ilmuwan dan orang-orang terkasih, Hawking dikenal sebagai persona yang memunyai intuisi dan selera humor sarkastik.
Melalui humor, Hawking pernah mengakui ingin menunjukkan pikiran manusia adalah tak terbatas. Tak juga bisa dibatasi oleh kecacatan fisik seperti yang dialaminya.
Hawking, ketika masih berstatus mahasiswa pada tahun 1963—waktu itu berusia 21 tahun—sudah didiagnosis mengidap gejala sklerosis lateral amiotrofik (ALS), yang akan membuatnya kehilangan hampir seluruh kendali neuromuskularnya.
Baca Juga: Ternyata Ini Alasan Suami Minggat Tinggalkan Kalina Oktarani
Pada tahun 1974, ia tidak mampu makan atau bangun tidur sendiri. Suaranya menjadi tidak jelas, sehingga hanya dapat dimengerti oleh orang yang mengenalnya dengan baik.
Pada tahun 1985, ia terkena penyakit pneumonia dan harus dilakukan trakeostomi, sehingga ia sama sekali tidak dapat berbicara.
Seorang ilmuwan Cambridge membuat alat yang mampu membantu Hawking menulis apa yang ingin ia katakan pada sebuah komputer, lalu akan dilafalkan melalui sebuah "voice synthesizer".
Dokter memprediksi Hawking tak bakal lama hidup. Tapi, ia mampu membantah penilaian dokter dan hidup sampai sebelum Rabu, tanggal 14 Maret 2018 ini.
"Mereka yang hidup dalam bayang-bayang kematian, seringkali adalah mereka yang hidup paling banyak," tutur Hawking dalam biografinya.