Suara.com - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menolak berkomentar saat ditanya kelanjutan proyek Pusat Data Nasional (PDN) pertama yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat.
"Makasih ya," katanya saat ditemui di sela-sela acara Microsoft AI Tour yang digelar di Pasific Place, Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Diketahui Pusat Data Nasional sendiri adalah proyek Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk mewujudkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Proyek ini mulai dibangun di tahun 2022, yang kala itu masih dipimpin oleh Menkominfo Johnny G Plate.
Sembari menunggu selesai, saat ini data-data Pemerintah disimpan di Pusat Data Nasional Sementara atau PDNS. Nah di proyek inilah kasus korupsi terjadi, di mana itu melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo, sebelum berganti nama ke Komdigi).
Kasus korupsi PDNS ini melibatkan Semuel Abrijani Pangerapan selaku mantan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kominfo periode 2016-2023, Bambang Dwi Anggono selaku Direktur Layanan Aplikasi Informatika Kemenkominfo periode 2019-2023, serta Nova Zanda selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan barang/jasa dan pengelolaan PDNS.
Saat dimintai keterangan, Meutya menyerahkan kasus tersebut ke aparat penegak hukum sembari memantau skandal tersebut.
"Enggak enak saya, kan kami ikut proses hukum sambil melihat proses hukum," kata dia.
Selain tiga tersangka dari Kementerian Kominfo, ada pula dua tersangka lain dari pihak swasta di kasus korupsi PDNS. Mereka adalah Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta periode 2014–2023 Alfi Asman dan Account Manager PT Docotel Teknologi periode 2017-2021, Pinie Panggar Agusti.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra menyebut bahwa nilai kerugian negara akibat korupsi proyek PDNS 2020-2024 Kemenkominfo ini ditaksir mencapai ratusan miliar.
Baca Juga: Bukan Kasus Biasa, Korupsi PDNS Ungkap Bobroknya Tata Kelola Digital RI
Kronologi kasus korupsi PDNS
Kasus korupsi ini mencuat setelah adanya serangan ransomware terhadap PDNS di Kemenkominfo pada Juni 2024. Serangan siber tersebut sempat mengakibatkan 282 server milik instansi pusat dan daerah lumpuh.
Tak lama setelah itu, Semuel yang menjabat Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo mengundurkan diri dan mengklaim sebagai bentuk tanggung jawab moral.
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat kemudian melakukan penyelidikan dan menemukan adanya kejanggalan di balik proyek dengan pagu anggaran sebesar Rp959,4 miliar tersebut.
Hasil penyelidikan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyimpulkan proyek PDNS 2020-2024 itu melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik atau SPBE.
Dalam aturan itu Kemenkominfo sebenarnya diamanatkan membentuk sebuah Pusat Data Nasional (PDN) sebagai pengelolaan data terintegrasi secara mandiri serta infrastruktur SPBE Nasional.
Namun mereka justru membentuk PDNS sehingga membuat pemerintah harus bergantung pada perusahaan swasta.
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyebut PDNS 2020-2024 itu sengaja didesain oleh Semuel, Bambang, dan Nova.
Mereka juga berkongkalikong dengan perusahaan swasta agar proyek pengelolaan PDNS ini dimenangkan oleh PT Docotel Teknologi dan PT Aplikanusa Lintasarta.
PT Aplikanusa Lintasarta merupakan perusahaan swasta pemenang tender proyek pengelolaan PDNS berturut-turut sejak 2020 hingga 2024 dengan total nilai kontrak sebesar Rp 957,4 miliar.
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyebut tersangka Semuel dan Bambang menerima uang kickback sebesar Rp 11 miliar. Uang itu diterima dari tersangka Alfi Asman selaku Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta periode 2014-2023
“Diberikan oleh tersangka AA untuk memuluskan PDNS supaya memenangkan salah satu pihak sebagai pelaksana kegiatan ini,” jelas Safrianto.
Meutya bentuk tim evaluasi internal
Tak lama setelah Kejaksaan menetapkan tersangka, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyatakan kalau dia mendukung aparat penegak hukum yang mengusut kasus korupsi PDNS.
Selain itu, Meutya juga mengumumkan kalau Kementerian Komdigi bakal membentuk tim evaluasi internal untuk melakukan pembenahan dalam tata kelola proyek pusat data.
"Kementerian mendukung penuh proses hukum, dan kami segera membentuk tim evaluasi internal untuk melakukan pembenahan menyeluruh terkait tata kelola proyek pusat data,” ujar Meutya Hafid, dikutip dari siaran pers Komdigi, Kamis (22/5/2025).
Ia juga berkomentar soal dua pejabat Kominfo yang terlibat dalam kasus korupsi PDNS, yakni Semuel Abrijani Pangerapan (SAP) selaku Dirjen Aptika Kominfo periode 2016-2024 dan Bambang Dwi Anggono (BDA) selaku Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah pada Ditjen Aptika Kominfo 2019-2023.
"Terkait dua pegawai Komdigi yang telah ditetapkan sebagai tersangka, kami telah memberhentikan keduanya dari tugas dan fungsinya untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” lanjut Meutya.
Lebih lanjut Menkomdigi menegaskan bahwa komitmen terhadap kedaulatan digital nasional tidak boleh terganggu oleh kasus itu. Dirinya ingin memastikan bahwa semua anggaran publik digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat, dengan prinsip integritas sebagai fondasi utama.
"Peristiwa ini menjadi pengingat penting bahwa kelembagaan digital harus dibangun di atas integritas. Kami jadikan ini sebagai momen untuk memperkuat sistem pengawasan internal, memperbaiki prosedur, dan menegakkan akuntabilitas di seluruh lini. Reformasi tata kelola digital adalah keharusan, bukan pilihan,” pungkasnya