Seusai keluar penjara, ia beserta keluarga terpaksa bersembunyi ke daerah hutan. Namun, tanggal 4 Desember 2010, hampir setahun setelah pembebasan, Sebby kembali ditangkap di Jayapura saat sedang menunggu pesawat untuk terbang ke Hong Kong, menghadiri pelatihan dari Asian Human Rights Commission (AHRC). Ia ditangkap atas alasan membawa bendera Bintang Kejora pada tas komputer jinjingnya. Sebby sendiri menegaskan tak pernah membawa bendera tersebut.
Setelah sempat dipenjara untuk kali kedua, Sebby akhirnya dibebaskan bersyarat pada tanggal 26 Juli 2011.
Saat diwawancarai media massa sesaat setelah dibebaskan kala itu, Sebby menyatakan pernyataannya yang terkenal: “Saya belum bebas dari penjara. Saya akan bebas dari penjara setelah semua rakyat Papua bebas dari penjajahan.”
Suara.com, Kamis (6/12/2018) pukul 17.00 WIB, menghubungi Sebby via telepon. Dalam percakapan selama 47 menit tersebut, Sebby mengungkapkan kronologi penyerangan di lokasi pembangunan Trans Papua.
Selain itu, Sebby juga menjelaskan posisi TPNPB-OPM berikut pernyataan sikap mereka terhadap pemerintah Indonesia.
Berikut adalah petikan wawancara Suara.com terhadap Sebby Sambom.
Bagaimana kronologi peristiwa di Nduga versi TPNPB-OPM?
Ya, kami melakukan penyerangan ke daerah itu, termasuk pos TNI. Jadi itu bukan mengeksekusi, apalagi membantai. Itu adalah peperangan, sehingga yang ada adalah korban tewas dari pihak lawan dalam medan perang.
Kami tak pernah melakukan hal seperti itu, mengeksekusi atau membantai. Itu adalah penyerangan kami sebagai gerilyawan-gerilyawan kemerdekaan Papua.
Baca Juga: TPNPB: Kami Bukan Kriminal, Korban Tewas di Trans Papua Bukan Dieksekusi
TPNPB-OPM telah menyatakan deklarasi perang terhadap tentara Indonesia pada tanggal 23 Januari 2018. Itu bukti otentik bahwa penyerangan tersebut adalah bagian dari peperangan, bukan aksi kriminal.
Tahun lalu, Anda masih ingat 3 anggota TNI di Yigi tewas kami tembak dalam kontak senjata? Saat itu kami sudah memberikan peringatan kepada TNI dan pemerintah Indonesia supaya proyek pembangunan jalan Trans Papua itu tak boleh dilanjutkan.
Ternyata, proyek itu masih dilanjutkan, sehingga ada penyerangan kembali di daerah itu. Penyerangan itu dilakukan oleh Panglima Daerah TPNPB Makodap III Ndugama Egianus Kogeya. Sedangkan penyerangannya di lapangan dikomandoi Pemne Kogoya.
![Pembangunan infrastruktur Jalan Trans Papua. [Dok Kementerian PUPR]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2017/03/07/51123-pembangunan-infrastruktur-jalan-trans-papua.jpg)
Jadi penyerangan itu terencana? Bukan karena insiden pemotretan saat 1 Desember?
Soal adanya pemotretan yang dilakukan anggota TNI berseragam sipil terhadap acara doa rakyat kami hari Sabtu 1 Desember 2018, itu adalah pemantiknya saja. Tapi yang jelas, sudah sejak tahun lalu kami memperingatkan agar proyek itu tak boleh diteruskan.
Artinya peristiwa di Nduga itu adalah aksi ofensif TPNPB-OPM?